You are currently viewing Raih Medali Emas di WINTEX 2018: Mahasiswa Fakultas Farmasi UMS Ciptakan Produk SIDORY

Raih Medali Emas di WINTEX 2018: Mahasiswa Fakultas Farmasi UMS Ciptakan Produk SIDORY

  • Post author:
  • Post category:Berita

Tim mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) berhasil merebut medali emas pada kompetisi teknologi tingkat dunia bertajuk World Invention and Technology Expo (WINTEX) 2018. Tim UMS menyisihkan 95 peserta dari 10 negara. WINTEX 2018 diselenggarakan Institut Teknologi Bandung (ITB), berlangsung tanggal 12-13 Maret 2018.

Rektor UMS Dr. Sofyan Anief, M.Sc. menyatakan bangga. Prestasi itu diharapkan dapat memotivasi mahasiswa lain untuk meraih hal sama yaitu mencetak prestasi-prestasi tingkat dunia lain.

“Saat ini UMS sedang gencar meraih prestasi tingkat dunia,” ungkap Rektor UMS Dr. Sofyan Anief didampingi Dekan Fakultas Farmasi Aziz Saifudin, PhD serta tim mahasiswa Farmasi UMS peraih Emas dalam keterangannya di depan wartawan, di ruang kerjanya Rektorat UMS, Gedung Siti Walidah Kampus UMS, Kamis (15/3).

Peraihan prestasi yang membanggakan itu, kata Dr. Anif, sebagai upaya untuk menempatkan UMS sebagai universitas tingkat dunia atau world class university. “Kami sangat bangga dengan prestasi mahasiswa jurusan farmasi ini, apalagi lawan-lawannya tidak mudah beberapa diantaranya berasal dari China, Amerika, Kroasia dan lainnya. Dan mereka pantas mendapat penghargaan,” ujarnya.

Rektor UMS mengatakan, pada kompetisi WINTEX 2018 kali ini, mahasiswa UMS membuat karya sederhana yakni alat deteksi kandungan merkuri pada sebuah bahan, dimana kebanyakan terdapat di kosmetik.

Tim mahasiswa jurusan Farmasai yang berlaga pada kompetisi WINTEX 2018 merupakan satu tim yang dipimpin oleh Bayu Aji dengan anggotanya adalah Tyas Utomo, Yusdan Nisa, Nazi Ilham dan Lia Intan. Mereka menciptakan alat sederhana dengan harga yang terjangkau.

Agar dapat meraih medali emas, tentu perjuangan mereka tidaklah mudah, apalagi kompetisi yang diselenggarakan di Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah tingkat internasional. Total peserta yang mengikuti kompetisi tersebut terhitung 96 tim dari 10 negara. Bahkan ada pula beberapa negara besar yang mengikuti kompetisi ini, diantaranya China, Korea, Jepang, Romania, Croasia, Amerika, dan lain-lain.

“Selama ini alat deteksi merkuri berbasis teknologi sangat mahal. Bahkan bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta. Itulah yang mendorong kami untuk menciptakan alat deteksi merkuri yang lebih simpel atau sederhana ,” ungkap Bayu mengawali ceritanya tentang latar belakang pemilihan alat ciptaannya.

Mereka menjelaskan bahwa produk yang berhasil dibuat tersebut jika dijual dipasaran harganya hanya 30 ribu saja, dengan isi 5 lembar kertas detektor merkuri. Harga tersebut sangat terjangkau bila dibandingkan dengan alat deteksi merkuri berbasis elektronik yang harganya sangat mahal bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

Selama setahun, kata Bayu, timnya berusaha untuk menciptakan bahan dengan pigmen alami dari tumbuhan yang mampu bereaksi dengan merkuri. Dan beberapa kali mencoba tetapi gagal. Sejumlah bahan yang pernah dipilih seperti cabai, buah naga, daun jati, pandan, jeruk dan bahan lain yang mengandung pigmen warna. Dari hasil pengujian beberapa bahan akhirnya tim menemukan bahan rimpang empon-empon.

Ternyata bahan ekstrak kunyit itulah, menurut Bayu, mampu bereaksi, meskipun kurang maksimal. Kemudian Bayu bersama tim memformulasikan dengan tambahan bahan khusus dan dibuat dalam bentuk nanopartikel. Pada akhirnya tim berhasil membuat sebuah alat pendeteksi merkuri yang sangat sederhana yang diberi nama Siple Detector For Mercury (Sidory) dimana alat tersebut berbentuk sebuah kertas yang diberikan bahan untuk ekstrak kunyit yang berwarna oranye.

“Cara kerjanya dicobakan pada kosmetik yang dioleskan di atas alat ini. Kalau warna oranye berubah menjadi coklat maka kosmetik itu mengandung merkuri,” jelasnya. (Eko/Khairul/Ahmad)