You are currently viewing Fatwa Tarjih tentang : Lailatul Qadr, Nuzulul Quran dan Itikaf

Fatwa Tarjih tentang : Lailatul Qadr, Nuzulul Quran dan Itikaf

  • Post author:
  • Post category:Berita

Ramadhan merupakan bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an atau Nuzulul Qur’an sebagaimana yang termaktub dalam Qs. Al Baqarah Ayat 185 “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”.

Dr. Syamsul Hidayat, M.Ag selaku Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyampaikan hal itu dalam Kajian Tarjih yang dilaksanakan pada Selasa (12/04/22). Menurutnya, para ulama sepakat bahwa Nuzulul Qur’an itu terjadi pada 17 Ramadhan dengan mengacu pada Qs. Al Anfal Ayat 41.

“Pada hari Furqan itu adalah hari bertemunya 2 pasukan, yaitu perang Badar, dan perang itu terjadi pada 17 Ramadhan,” ujar Syamsul Hidayat.

Sedangkan Lailatul Qadar itu merupakan malam di mana Al-Qur’an diturunkan sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia untuk disampaikan ke Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara berkala selama 23 tahun.

Terjadinya malam lailatul Qadar dalam hadist riwayat Muslim adalah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, dan dalam riwayat Bukhori disebutkan pada tanggal ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Di Indonesia dan Sebagian negara terjadi sebuah fenomena perbedaan awal bulan Ramadhan, ada yang memulai pada 2 April 2022 dan ada yang memulai pada 3 April 2020, maka terjadi pula perbedaan malam ganjil dan malam genap pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sehingga bagi Syamsul dianjurkan untuk beramal di semua harinya baik ganjil maupun genap.

“Maka jangan hanya memilih di ganjil saja tapi kita isi semua dengan amal kebaikan,” ujar Syamsul

Dia juga menyampaikan berkaitan dengan pelaksanaan I’tikaf, hukum melaksanakan I’tikaf adalah sunnah, dan waktu pelaksanaannya terdapat perbedaan di kalangan ulama’. Ada yang berpandangan I’tikaf tidak harus 24 jam seperti menurut Imam Hanafi dan Maliki, dan kalangan Syafi’iyah serta Hambaliyah memiliki pandangan berbeda.

“Sedangkan menurut Sebagian Syafi’iyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa I’tikaf itu dilakukan dalam waktu sehari semalam selama 10 hari, Jadi memang harus meluangkan waktu,” ujar Syamsul

Kegiatan yang dilakukan dalam I’tikaf adalah dengan memperbanyak Shalat Sunnah, Berdzikir, Berdoa, dan membaca Al-Qur’an.

Dan Syamsul Hidayat dalam akhir pemaparannya juga sampaikan, bahwa Masjid Hj. Sudalmiyah Rais Kampus 2 UMS akan melaksanakan I’tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. (Atta/Humas)