You are currently viewing Wakil Rektor V UMS Rengkuh Gelar Doktor Pendidikan Geografi

Wakil Rektor V UMS Rengkuh Gelar Doktor Pendidikan Geografi

  • Post author:
  • Post category:Berita

Kabar bahagia bagi seluruh civitas akademika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) datang dari Wakil Rektor V Bidang Sumber Daya Manusia & Aset, Dr. Muhammad Musiyam, M.T. Kabar tersebut adalah telah selesainya pendidikan S-3 dan berhak menyandang gelar Doktor dari Universitas Negeri Malang pada Senin, 28 Mei 2018 kemarin.

Di bawah bimbingan Tim Promotor Prof. Dr. Sugeng Utoyo, Dr. Singgih Susila dan Dr. Budi Handoyo, Dr. Musiyam mengetengahkan disertasi berjudul “Geografi Pertanian: Transformasi Pertanian pada Tiga Ekologi Pertanian di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah”. Diseryasi tersebut berhasil dipertahankan dihadapan sembilan orang dewan penguji yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Ah. Rofi’uddin M.Pd.

“Desertasi ini cukup bagus dan lengkap. Memberi warna baru bagi disiplin ilmu geografi,” ujar Dr. Singgih Susilo M.S, sebagai salah seorang penguji.

Kata Dr. Musiyam, disertasinya berangkat dari latar belakang antara lain, bagaimana variasi transformasi pertanian di lingkungan pertanian sawah dataran rendah, lingkungan pertanian campuran dataran peralihan, dan lingkungan pertanian tegalan dataran tinggi.

Pada disertasinya, Dr. Musiyam mengambil tiga lokasi ditiga desa sebagai sampel, yakni Desa Kauman, Kecamatan Polanharjo yang memiliki karakteristik berupa sawah dengan pengairan sepanjang tahun yang ia sebut Zona Satu.

Selanjutnya Zona Dua berada di Desa Glagah, Kecamatan Jatinom, berupa dataran aluvial kaki Gunung Merapi bagian tengah dengan sebagian besar sistem pertanian merupakan pertanian lahan kering dan sebagian kecil lainnya berupa pertanian sawah dengan irigasi teknis dan setengah teknis.

Yang terakhir Zona Tiga berada di Desa Tangkil, Kecamatan Kemalang yang merupakan dataran kaki Gunung Merapi bagian atas. Sistem pertanian hampir seluruhnya merupakan pertanian lahan kering.

Menurut Dr. Musiyam, dinamika pertanian di ketiga zona pertanian menunjukkan perbedaan yang jelas. Pertama, sistem pertanian di Zona Satu lebih bersifat monokultur dan terspesialisai pada tanaman padi, sedangkan di Zona Dua dan Tiga bersifat multikultur dan terdiversifikasi pada berbagai jenis tanaman.

Kedua, penguasaan lahan pertanian di Zona Satu dan Dua cenderung kearah konsolidasi, sedangkan di Zona Tiga cenderung kearah fragmentasi. Ketiga, proses de-agrarianisasi tenaga kerja pertanian di Zona Satu berlangsung lebih cepat dibanding dengan di Zona Dua dan Tiga.

Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa di tiga desa penelitian yang ia lakukan telah terjadi gejala penuaan struktur umur tenaga kerja sektor pertanian. Hal itu ditandai dengan tingginya proporsi tenaga kerja pertanian berusia tua dan rendahnya proporsi tenaga kerja berusia muda.

“Proses penuaan umur petani di wilayah ekologi pertanian sawah dataran rendah berlangsung lebih cepat dibanding dengan di wilayah pertanian campuran dataran peralihan dan di pertanian lahan kering dataran tinggi. Hal ini mengindikasikan rendahnya minat kaum muda peresaan untuk bekerja sebagai petani,” kata Dr. Musiyam di hadapan penguji.

Proporsi kaum muda yang berminat untuk bekerja sebagai petani sangat kecil. Mereka lebih berminat untuk bekerja sebagai profesional di kota karena alasan ingin mendapatkan penghidupan yang lebih baik dan penghasilan yang pasti.

Rendahnya minat kaum muda perdesaan bekerja sebagai petani berkaitan dengan rendahnya penilaian mereka terhadap pekerjaan pertanian, rendahnya harapan orang tua terhadap pekerjaan anak sebagai petani, dan berlangsungnya proses penurunan ketrampilan (de-skilling) kaum muda perdesaan di bidang pertanian.

Selain meneliti lahan dan tenaga pekerja, penelitian ini juga menyoroti penggunaaan alat teknologi pertanian yang dinilai sebagai kebutuhan realistis untuk menggantikan tenag manusia dan hewan mengingat makin berkurangnya tenaga petani.

Hanya saja kelangkaan tenaga kerja pertanian belum menjadi masalah yang berat. Karena itulah penggunaan traktor tangan sebagai alat untuk mengolah tanah menggantikan tenaga kerja manusia dan hewan di sisi lain juga belum menjadi kebutuhan mendesak. (Ahmad)