Tanggapi World Water Forum ke-10 Tahun 2024, Pakar Geografi UMS: Penggundulan Hutan di Daerah Tangkapan Air Mestinya Ditekan dan Diminimalisir

ums.ac.id, SOLO – Menanggapi World Water Forum (WWF) ke-10 yang sedang berlangsung di Bali selama 8 hari, mulai pada 18 – 25 Mei 2024, Pakar Geografi UMS memberikan tanggapan mengenai tata kelola air dan sanitasi di dunia.

Acara WWF ke-10 tersebut dibuka secara langsung oleh Presiden Joko Widodo di Mangupura Hall, Bali International Convention Centre (BICC), Nusa Dua, Bali, Senin, (20/5). Deklarasi tersebut mengamanatkan World Water Council (WWC) untuk mengembangkan “World Water Vision” pada abad ke-21. Tema yang diusung yaitu “Water for Shared Prosperity.”

World Water Forum merupakan forum internasional yang menghimpun para pemangku kepentingan di bidang air. Forum global yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali sejak 1997 ini mengajak semua pihak untuk berdiskusi, berbagi ilmu dan berpraktik nyata dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya air yang berkelanjutan.

“Forum air sedunia ini menjadi ajang di mana Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dalam pengelolaan air. Juga bagaimana kita memastikan air sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hidup kita dan akan terus kita jaga di masa yang akan datang untuk anak cucu kita,” kata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, saat menghadiri opening ceremony yang dikutip dari laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, www.kominfo.go.id/

Menurut Pakar Geografi UMS, Jumadi, S.Si., M.Sc, Ph.D. saat ditemui pada Selasa (21/5), pengelolaan sumber daya air merupakan tantangan bagi dunia, terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu akar masalahnya adalah pertumbuhan penduduk yang pesat, dibarengi dengan kesadaran lingkungan yang kurang.

Masyarakat negara berkembang umumnya abai terhadap kelestarian lingkungan, misalnya membuang sampah sembarangan ke perairan terbuka sehingga merusak sumber air. Sungai menjadi tercemar dan menimbulkan masalah lingkungan turunanya. Belum lagi eksploitasi air tanah yang tidak terkontrol, dapat menimbulkan masalah-masalah lain misalnya Land Subsidence (fenomena penurunan dari permukaan tanah atau topografi tanah karena terdapat perubahan dari suatu objek di bumi), Intrusi Air Laut (naiknya batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan), dan sebagainya.

Jumadi menuturkan salah satu kunci pengelolaan air adalah menjaga kelestarianya dengan menggunakannya secara tidak berlebihan, yang dalam hal itu diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW bertemu Sa’ad pada waktu berwudhu, lalu Rasulullah bersabda, “Alangkah borosnya wudhumu itu hai Sa’ad,” kemudian Sa’ad berkata, “apakah di dalam berwudhu ada pemborosan?” lalu Rasulullah SAW bersabda, “ya, meskipun kamu berada di sungai yang mengalir,” H.R. Ibnu Majah.

“Jika wudhu yang dampaknya terhadap lingkungan kemungkinan kecil, bagaimana dengan aktivitas lainnya, sudah seharusnya dijaga dengan baik,” ujar Jumadi yang juga sebagai Dekan Fakultas Geografi UMS.

Belum lagi, lanjutnya, dampak pembangunan yang tidak terkontrol dengan baik, karena dapat mengganggu siklus air, misalnya pembangunan di daerah-daerah tangkapan air yang dapat mengurangi kemampuan daerah tangkapan air untuk recharge air tanah.

“Misalnya sekarang kita temukan daerah-daerah tinggi sudah banyak yang dibangun atau digunduli sehingga kemampuan recharge air tanah berkurang, air hujan terus dialirkan di permukaan menimbulkan banjir,” lanjutnya.

Jumadi menyarankan kepada masyarakat supaya jangan serakah dan egois. Konservasi terhadap lahan dan sumber air harus dilakukan, jangan hanya memikirkan keuntungan ekonomi.

“Alih fungsi lahan dan penggundulan hutan di daerah tangkapan air mestinya ditekan dan diminimalisir. Masyarakat juga harus sadar terhadap lingkungan, tidak mencemari sungai dan air tanah dengan limbah. Serta didukung oleh kebijakan pemerintah untuk menegakkan pelestarian lingkungan secara bijak, tidak mudah digoyahkan oleh kepentingan pemodal,” tegas Jumadi.

Dia berharap gelaran WWF ke-10 Tahun 2024 menghasilkan kebijakan jangka panjang untuk pelestarian lingkungan, dan memitigasi kemungkinan buruk bencana akibat ketidakseimbangan air di masa yang akan datang. (Yusuf/Humas)