Bersahabat dengan Osteoarthritis Lutut Bersama Fisioterapis

Oleh Suryo Saputra Perdana, selaku Dosen Prodi Fisioterapi UMS

SERING dijumpai di masyarakat, perbedaan pandangan dan ekspektasi akan prognosis kondisinya, antara individu osteoarthritis (OA) lutut, dengan seorang fisioterapis. Individu penderita OA lutut datang dengan ekspektasi kesembuhan, atas permasalahan lutut yang dialami selama bertahun-tahun.

Kata sembuh disepakati sebagai sebuah kondisi, di mana struktur anatomi kembali normal seperti sedia kala. Sedangkan fisioterapis mempunyai ekspektasi, bahwa kondisi tersebut tidak dapat disembuhkan. Sehingga intervensi yang diberikan hanya untuk menghilangkan hal-hal yang bersifat simptomatis saja.

Tidak sinkronnya harapan dan realita yang didapatkan individu dengan OA lutut, merupakan dampak psikologis. Seperti kebosanan, menurunkan kepatuhan akan progam latihan yang diberikan, sampai pada hilangnya kepercayaan kepada fisioterapis.

Di sisi lain, fisioterapis akan terus ditanya dengan pertanyaan klasik. Kapan lutut saya sembuh? Sampai kapan saya menjalani program fisioterapi ini? Jelas ini bukan kondisi ideal dalam penangan OA lutut.

Seperti dipahami bersama, bahwa OA lutut merupakan kondisi di mana terjadi penurunan kualitas bantalan sendi lutut (synovial cartilage), yang bersifat degenaratif dan progesif. Para fisioterapis di Belanda sepakat, belum ada pengobatan untuk penyembuhan OA lutut.

Bahkan sebuah studi menyatakan bahwa, OA lutut harus dibandang layaknya fenomena keriput dan uban, yang terjadi pada hampir semua orang menuju usia lanjut. Maka, pendekatan terbaik dalam penaganan kondisi ini adalah, dengan bersahabat sembari menghambat progresivitas OA lutut itu sendiri.

Fisioterapis sebagai salah satu tenaga kesehatan (nakes), bertanggung jawab untuk restorasi gerak dan fungsi manusia. Harus dapat melihat fakta-fakta di atas, sebagai referensi dalam menyusun program-program yang sesuai. Salah satu panduan klinis tentang manajemen OA lutut, diterbitkan oleh Royal Australian Collage of General Practitioner (RACGP) Australia pada 2018. Menyatakan ada tiga program yang sangat direkomendasikan untuk mendampangi individu dengan OA lutut.

Pertama, program edukasi bersifat berkelanjutan dan masif terkait kondisi OA lutut. Masyarakat beranggapan kondisi OA lutut akan mengalami nyeri hebat sepanjang hidupnya. Ini bertolak belakang dengan hasil studi sebuah universitas di Eropa, menyatakan bahwa 45 persen penderita OA lutut hidup tanpa nyeri.

Mitos berikutnya terkait bunyi pada lutut (krepitasi) saat beraktivitas, merupakan tanda bahwa seseorang menderita OA lutut. Penyataan itu tidak sepenuhnya benar. Beberapa ahli menemukan fakta bahwa, bunyi yang terjadi pada lutut akibat reaksi fisiologi normal pada sendi lutut, dan tidak terkait dengan OA lutut.

Edukasi juga harus memberi pengertian, bahwa OA lutut tidak harus berakhir di meja operasi. Sebuah studi mengatakan bahwa, lebih dari 55 persen individu dengan OA lutut hidup dengan kualitas dan fungsi yang sangat baik. Asalkan terus menjaga pola hidup sehat dan terus bergerak aktif.

Fisioterapis menyakini, bahwa edukasi secara aktif kepada individu dengan OA lutut, berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan ketika menerima program latihan. Juga menurunkan tingkat kecemasan.

Kedua, program land-based exercises. Sebuah program latihan yang mengharuskan kaki pasien kontak dengan lantai. Seperti penguatan otot atau latihan berjalan. Khusus penguatan otot dan latihan berjalan, disarankan dalam supervisi seorang fisioterapis. Untuk menghindari kesalahan latihan yang akan berdampak buruk pada kondisi lutut.

Contohnya, fisioterapis menentukan otot mana yang diaktifkan, disertai dosis yang presisi. Sehingga aktivasi otot berlebihan pada suatu anggota gerak tubuh, bisa diminimalkan. Sama halnya dengan latihan berjalan. Ada dua fase yang dilalui, yaitu menapak (60 persen dari total sirklus berjalan) dan melayang (40 persen dari siklus berjalan).

Fisioterapis dapat menentukan fase berjalan apa saja yang harus dilatih. Studi pernah penulis lakukan dengan subjek individu OA lutut menggunakan Electromyograph (EMG). Menunjukan fakta bahwa permasalahan berjalan pada individu dengan OA lutut, tidak terjadi pada semua siklus. Mereka hanya mengalami permasalahan pada awal fase menapak (early stance) dan akhir fase melayang (terminal swing).

Sehingga peran fisioterapi sangat esensial, untuk memastikan latihan berjalan yang dilakukan sesuai problematika yang timbul. Selain latihan penguatan otot dan bejalan, taichi juga menjadi salah satu bagian dari land-based exercises yang sangat direkomendasikan untuk pasien OA lutut.

Taichi merupakan seni bela diri asal Tingkok. Mengedepankan prinsip gerakan pada seluruh otot tubuh secara ritmik. Konsep komunitas menjadi pilihan tepat dalam pengaplikasian taichi pada pasien OA. Disebabkan rendahnya faktor risiko latihan ini, tanpa memandang tingkat keparahan OA lutut itu sendiri.

Ketiga, program manajemen berat badan. Menjadi rekomendasi program jangka panjang yang terakhir. Kolaborasi antara nakes, khususnya dengan para ahli gizi dalam rangka menajemen berat badan pasien OA lutut, sangat dianjurkan.

Pasien disarankan mengurangi berat badannya, minimal 5-7,5 persen. Apabila pasien didapati mengalami kelebihan berat badan (indeks masa tubuh ≤ 25 kg/m2) ataupun obesitas (indeks masa tubuh ≤ 30 kg/m2). Sehingga akan mengurangi faktor risiko bertambahnya progresivitas OA lutut pada pasien tersebut.

Kalimat OA lutut is fine, agaknya bisa mulai digunakan sebagai afirmasi positif bagi fisioterapi dan juga para individu dengan OA lutut. Akhirnya, kita semua dapat bersahabat dengan kondisi ini. Serta bersama-sama berusaha menekan progresivitas yang mungkin terjadi pada pasien OA lutut di Indonesia. Kami sebagai fisioterapis percaya, nantinya OA lutut tidak lagi sebuah halangan bagi seseorang untuk beraktivitas dengan kualitas gerak dan fungsi optimal. (*)