Adab terhadap Sungai Bengawan Solo dan Sungai Lainnya

  • Post author:
  • Post category:Berita

Oleh Drs. H. Priyono, M.SiDosen Senior Fakultas Geografi UMS

SUNGAI Bengawan Solo merupakan sungai legendaris. Betapa tidak, karena sungai ini terbesar di pulau Jawa, dan mengalirkan air dari daerah aliran sungai (DAS) seluas 16.100 km persegi. Sungai ini berhulu di pegunungan sewu di bagian barat-selatan, dan mengalir ke laut Jawa dengan muara di Gresik, Jawa Timur, sepanjang 600 km.

Sungai Bengawan Solo yang berkelok-kelok dan mempesona bagi mereka yang menikmatinya, kini airnya sudah mulai berwarna. Menjelajah 12 kabupaten/kota seperti Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Solo, Karanganyar, dan berakhir di Gresik. Setelah melewati Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.

Masih membekas di ingatan kita, fungsi sungai ini sangat banyak bagi kehidupan manusia di sekitarnya. Baik sebagai saluran alami untuk mengalirkan air hujan ke laut sehingga mencegah banjir di daerah hilir,  juga sebagai sumber air minum dan transportasi. Fungsi  lainnya seperti pembangkit tenaga listrik serta sumber kehidupan bagi pencari ikan. Pendek kata, sungai ciptakan Allah SWT dan sangat memberi manfaat bagi makhluk hidup.

Melegendanya sungai ini, hingga diabadikan dalam sebuah lagu berjudul Bengawan Solo ciptaan Gesang Martomartono pada 1940. Ketika sang maestro ini berumur 23 tahun dan beliau wafat pada usia 92 tahun. Lagu tersebut meggambarkan keindahan ciptakan Allah SWT, berupa sungai sebagai salah satu keseimbangan bagi kehidupan.

Sungai Bengawan Solo digambarkan dalam nuansa keindahan, lingkungan, atau view yang mengitarinya. Mendapat perhatian dari waktu ke waktu, fungsinya, sampai bahaya yang ditimbulka bila tidak dikelola dengan baik. Selain terkenal di Indonesia, lagu ini juga tersiar di Asia sejak dipopulerkan oleh tentara Jepang.

Keindahan Sungai Bengawan Solo digambarkan dalam bentuk syair lagu, pada saat itu belum tersentuh pencemaran. Namun kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada Juni 2019, dikabarkan aliran Sungai Bengawan Solo mengalami pencemaran sangat parah, dilihat dari warna airnya yang keruh. Dampaknya, ikan dan tumbuhan mati. Ironisnya lagi, pasokan air minum PDAM dengan pelanggan sekitar 16.000 sambungan ikut terganggu.

Persepsi masyarakat yang salah terhadap sungai, berimplikasi pada tindakan ngawur dengan mengotori sungai. Sungai diperlakukan sebagai muara segala macam limbah. Perilaku tersebut menyebabkan pencemaran. Tak hanya di Sungai Bengawan Solo, tapi juga sungai lainya di sebagian besar wilayah Indonesia.

Ini pertanda, perbuatan masyarakat tidak terpuji dengan mengotori sungai. Karena sungai dianggap sebagai tempat pembuangan segala limbah. Baik limbah rumah tangga, industri, maupun yang lainnya. Sehingga persepsi yang salah tersebut berimplikasi pada pencemaran sungai akut.

Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, maka fungsi sungai semakin terdegradasi. Berakibat buruk pada habitat sungai maupun kehidupan masyarakat di sekitarnya. Jika melihat jernihnya air sungai di kota besar di negara maju, ambil contoh di Malaysia, sudah sepatutnya kita perlu berbenah diri didalam menyikapi ciptakan Tuhan tersebut.

Menurut para ulama, salah satu ciri seorang muslim adalah, tidak suka mengganggu tetangganya. Tindakan manusia yang mengganggu tetangganya, digolongkan sebagai maksiat badan. Contohnya saat seseorang sedang masak di dapurnya sendiri, kemudian asapnya mengganggu tetangganya. Atau saat nonton TV atau tape recorder, suaranya mengaganggu tetangga sebelah.

Nah, saat membuang sampah atau limbah ke sungai, kemudian sungainya tercemari dan dapat merugikan orang lain, itu juga termasuk perbuatan terlarang. Rosulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepad Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya” (HR Bukhari dan Muslim).

Betapa tingginya ajaran Islam sampai pada hal-hal merugikan tetangganya, patut menjadi perhatian. Karena akan berdampak buruk bagi kesejahteraan umat. Ajaran tersebut  terjadi karena hambatan tingkat pendidikan, kultur, dan kebijakan yang belum menyentuh aspek terebut. Kalaupun ada, mungkin belum ada disincentive dan lemahnya penegakan hukum.

Bercermin peristiwa pencemaran Sungai Bengawan Solo yang didambakan dan lagunya yang keshoro di seluruh Asia, mari kita perlu instrospeksi diri. Apakah kita pernah melakukan perbuatan yang merugikan tetangga atau merugikan keberadaan sungai. Sehingga baik sadar atau tidak, telah melakukan maksiat badan.

Maka harus ada upaya terprogram untuk mewujudkan sungai yang bersih dari polusi. Di lingkungan perguruan tinggi (PT), mungkin Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) jadi kampus yang bersih. Karena jarang ditemukan sampah di setiap lantai. Dan ternyata butuh waktu empat tahun untuk mewujudkannya, dengan komitmen pimpinan sampai tendik dan mahasiswanya.

Di Klaten, tepatnya Desa Karanglo, Kecamatan Polanharjo, telah muncul New River Moon sebagai wisata sungai. Pengunjungnya mencapai 10.000 orang per bulan. Dan omzetnya bisa Rp 5.000.000 per pekan.

Artinya, kita bisa merealisasikan sungai yang bermanfaat, bila ada niat untuk mewujudkannya. Meskipun terlambat, sudah saatnya kita mulai mencintai lingkungan. Termasuk mencintai sungai di sekitar kita untuk dilestarikan fungsinya. (*)

Sumber : https://radarsolo.jawapos.com/opini/04/10/2022/adab-terhadap-sungai-bengawan-solo-dan-sungai-lainnya/