You are currently viewing BEM UMS Adakan Sekolah Rakyat Dengarkan Cerita dari Warga Wadas

BEM UMS Adakan Sekolah Rakyat Dengarkan Cerita dari Warga Wadas

  • Post author:
  • Post category:Berita

ums.ac.id, SURAKARTA – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (BEM UMS) mengadakan Sekolah Rakyat merespon polemik penambangan yang terjadi di Desa Wadas, Puworejo, pada Kamis (26/1) di Gedung Induk Siti Walidah.

Melalui sekolah rakyat yang mengangkat tema “Melawan Oligarki dan Pelanggaran HAM di Tanah Wadas”, BEM Se Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta organisasi kepemudaan di Solo, mendengarkan secara langsung cerita warga Wadas dalam melawan penambangan di Wadas.

“Di sekolah rakyat kita akan mendengarkan bagaimana paparan dari ayahanda dan kyai, sudut pandang dari warga Wadas yang memang selama ini kita ketahui warga Wadas sudah pro kebanyakan, tetapi perlu teman-teman ketahui bahwa masih ada warga yang memang ngga sepakat itu adalah penambangan yang harus disahkan,” papar Firdaus Nurillahi Rauufan Rizkia Presiden BEM UMS, Kabinet Arus Balik.

Dia juga menjelaskan bahwa melalui sekolah rakyat, para pemuda terkhususnya bisa belajar kepada warga Wadas, karena menurutnya para pemuda sudah terlalu jauh dari masyarakat.

Rektor UMS Prof., Dr., Sofyan Anif, M.Si yang diwakili oleh Kepala Biro Kemahasiswaan Ir., Ahmad Kholid Alghofari, S.T., M.T., berharap bahwa teologi surah Al-Ma’un yang digaungkan Muhammadiyah dapat diterapkan.

“Yang kita harapkan tadi bahwa teologi Al-Ma’un nya K.H. Ahmad Dahlan itu benar-benar diwujudkan tidak hanya secara ekonomi atau dhuafa, tetapi juga yang terpinggirkan,” harap Kholid Alghofari.

Kaum yang terpinggirkan dalam hal ini adalah warga Wadas yang membutuhkan dukungan, agar pelibatan dan proses pelaksanaan lebih humanis.

Sekolah rakyat ini menghadirkan Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum dari Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Raudhatul Jannah, S.H dari LBH Yogyakarta, K.H., Hudalloh Ridwan PWNU Jawa Tengah, serta Dr. Dhia Al Uyyun dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), dan lima warga Wadas. (Maysali/Humas)