ums.ac.id, SURAKARTA – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menjadi tuan rumah seminar Nasional dalam kegiatan PROTC Goes to Campus, bertema ‘Mengenal Advokasi Hukum dan Pengendalian Produk Tembakau’ di Auditorium Moh., Djazman UMS, Senin, (20/3).
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Lembaga Perkumpulan Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia sebagai pengelola dari laman WWW.PTOTC.ID, Yayasan Kepedulian Untuk Anak (Yayasan KAKAK) Surakarta serta UMS sebagai tuan rumah.
Seminar ini diikuti oleh Mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai universitas, Aktivis Pengendalian Tembakau, Advokat Publik serta Lembaga/Organisasi yang fokus pada isu kesehatan terutama pengendalian terhadap produk tembakau. Salah satunya tujuan seminar ini untuk memperkenalkan sebuah laman di mana publik bisa mendapatkan banyak informasi tentang isu pengendalian produk tembakau yang saat ini banyak menjadi perdebatan publik.
Prof., Dr., Kelik Wardiono S.H., M.H., ikut mengungkapkan bahwa seminar yang melibatkan generasi muda ini diharapkan bisa mematik kesadaran akan pentingnya pengendalian produk tembakau, bahaya konsumsi produk tembakau bagi kesehatan hingga perlunya peran mendorong regulasi pengendalian tembakau baik pada tingkat pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, daerah kabupaten/kota.
“Kami berharap mahasiswa FH dari UMS dapat belajar banyak tentang advokasi dan hukum pengendalian produk tembakau. Dan ke depan generasi muda ini bisa menjadi agent of change buat Indonesia yang lebih sehat dan kompetitif,” papar Dekan FH UMS itu.
Nantinya kegiatan ini, lanjut dia, juga sebagai wadah bagi mahasiswa hukum untuk bersama-sama mendukung pengendalian produk tembakau di daerah-daerah seluruh Indonesia.
Narasumber dalam Seminar Nasional ini yaitu Prof., Dr., Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.,Hum., Guru Besar FH UMS, kemudian Dr. Benget Saragih, M.,Epid., Direktorat Jenderal P2P Kemenkes dan Tubagus Haryo Karbyanto, S.,H., selaku Advokat Pengendalian Tembakau FAKTA Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Direktur Yayasan KAKAK, Shoim Sahriyati menyampaikan konsumsi produk tembakau adalah satu-satunya penyebab kematian dini yang dapat dicegah. Di Indonesia sendiri, kematian karena penyakit yang berkaitan dengan perilaku merokok mencapai 230.862 pada tahun 2015, dengan total kerugian makro mencapai 596,61 triliun rupiah (Soewarta Kosen, Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2017). “Tembakau membunuh 290.000 orang setiap tahunnya di Indonesia dan merupakan penyebab kematian terbesar yang merupakan Penyakit Tidak Menular (PTM),” jelas Tubagus Haryo, advokat publik dari FAKTA.
Menurutnya, data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS,2021), terdapat peningkatan jumlah prevalensi perokok dewasa dari tahun 2011-2021 yaitu 59,9 juta orang (2011) menjadi 68,9 juta orang (2021). Selain itu prevalensi perokok elektronik pada usia dewasa meningkat 10 kali lipat dari 0,3% (GATS,2011) menjadi 3% (GATS,2021) sedangkan prevalensi perokok pasif meningkat sebanyak 120 juta orang. Adapun salah satu faktor penentu yang mempengaruhi peningkatan signifikan ini adalah masifnya Iklan, Promosi dan Sponsor produk tembakau (rokok) di hampir di semua media, baik penyiaran, media massa, media luar ruang bahkan di media teknologi informasi,” jelasnya.
Selain itu, tambahnya, WHO sebagai lembaga kesehatan dunia menyoroti bahwa jejak karbon industri dari produksi, proses, pengangkutan tembakau setara dengan seperlima CO2 (karbon dioksida) yang dihasilkan oleh industri penerbangan setiap tahunnya, yang selanjutnya berkontribusi pada pemanasan global.
“Produk tembakau adalah barang yang paling banyak berserakan di planet ini, mengandung lebih dari 7000 bahan kimia beracun, yang masuk ke lingkungan kita saat dibuang. Sekitar 4,5 triliun filter rokok mencemari lautan, sungai, trotoar kota, taman, tanah, dan pantai kita setiap tahun,” ulas Shoim, direktur Yayasan Kepedulian untuk Anak (KAKAK) yang mengutip temuan Dr. Ruerdiger Krech, Direktur Promosi Kesehatan WHO.
Ditengah acara tersebut, sekaligus dilakukan penandatanganan MoU antara UMS, FAKTA dan KAKAK, sebagai simbolis kerjasama antar lembaga dan instutusi. (Fika/Humas)