Benarkah Solo Jadi Kota Ternyaman? Tim PKM-RSH UMS Lakukan Kajian Perbandingan Kota Nyaman di Indonesia

ums.ac.id, PABELAN – Tim Program Kreativitas Mahasiswa – Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) yang terdiri dari mahasiswa Psikologi dan Double Degree Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) lolos pendanaan yang diberikan oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2024, dengan tema besar terkait kesejahteraan psikologis pada masyarakat di berbagai kota di Indonesia.

Tim PKM-RSH Blusukan terdiri dari (1) Ketua: Fuad Agil Fajri; (2) Manager Operasional: Hanafi Ragil Prambudi; (3) Manager Media & Komunikasi: Salsabila Nurul Amani; (4) Manager Anggaran/Keuangan: Salsanda Maulida Vinahari dan (5) Manager Kepenulisan & Proposal: Muhammad Saiful Umam, dengan Fajar Ruddin, S.Psi., M.Sc., MA. sebagai dosen pendamping.

Tim bersama Mahasiswa PKM Pendanaan Lain mengikuti Konsolidasi dan Pembekalan Internal UMS

Ketua Tim PKM-RSH Blusukan, Fuad Agil Fajri mengungkapkan Riset dengan judul “Blusukan Kota Nyaman: Studi Komparatif Kesejahteraan Psikologis pada Tiga Kota Besar di Indonesia” ini adalah hasil dari ungkapan kritis pengalaman sekumpulan mahasiswa yang menjalani kuliah daring selama kurang lebih satu tahun disebabkan tidak lain karena Pandemi COVID-19 yang telah mereka lalui.

BACA JUGA Selamat! 6 Mahasiswa Asing UMS Melaju ke Babak Final Festival Handai Indonesia 2024

“Tidak dapat kita pungkiri (Covid) menjadi tsunami pada sistem ekonomi, kesejahteraan, kesehatan maupun pendidikan. Sekaligus membuktikan bahwa menurut beberapa guru kami, ketahanan komunitas kita masih sangat kurang untuk dapat menghadapi badai yang sedemikian rupa lagi,” ungkapnya Selasa, (25/6).

Penobatan Solo menjadi kota nyaman pada tahun 2022 oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia menjadi sorotan dan menuai perbincangan yang sangat seru dan membanggakan. Apalagi di tahun selanjutnya, Solo mendapatkan banyak pencapaian mulai dari Adipura hingga Kota Layak Anak sebagaimana cerita Mbak Nurul Faizah di kolom Pojok Tubir di artikel media yakni mojok.co tentang kota Solo.

Menurutnya, banyaknya isu yang berkembang dalam lingkup internasional seperti pengejaran ketertinggalan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditargetkan pada tahun 2030, isu nasional seperti Indonesia yang akan melewati masa Bonus Demografi selama kurun tahun 2030-2040 menjadi pisau bermata dua antara kesempatan atau ancaman bagi Indonesia menuju arah yang lebih baik.

“Menurut literatur review yang tim kami lakukan, residu Pandemi COVID-19 juga berdampak pada angka kesejahteraan psikologis di Indonesia. Berbagai dorongan dan tuntutan menjadi faktor dari menurunnya angka kesejahteraan psikologis. Berdasarkan data kumulatif dari Kementerian Ketenagakerjaan selama tahun 2018-2022, angka produktivitas tenaga kerja di Indonesia sudah mulai naik sejak 2021 angka tersebut mencapai Rp 86,55 juta per tenaga kerja per tahun pada 2022, namun di sisi lain kesejahteraan psikologis menunjukkan penurunan. Di Indonesia ditemukan 9.162.886 kasus depresi dengan prevalensi 3,7 persen menurut data tingkat depresi antar negara oleh World Population Review tahun 2023 (sumber: Anwar, 2023),” papar Fuad.

Fuad mengungkapkan, riset ini merupakan survei perbandingan dengan berbagai kelompok masyarakat di beberapa kota besar di Indonesia, yakni Solo, Jogja dan Cirebon untuk mengkaji tingkat kesejahteraan psikologis dan faktor yang berkontribusi. Responden yang terlibat dalam penelitian ini mencakup berbagai latar belakang, mulai dari pelajar, pekerja, hingga pendatang. Alat ukur yang digunakan dalam riset ini yakni skala kesejahteraan psikologis berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Ryff, Carol D dan Keyes, Corey Lee M pada tahun 1995 yang sampai sekarang konstruksi teorinya masih banyak digunakan.

“Melakukan riset kesejahteraan psikologis di Indonesia bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah sulitnya mendapatkan responden yang sesuai dan ketakutan peneliti jika pengisian skala dilakukan dengan asal-asalan dan yang penting selesai. Apalagi jika riset tersebut menerapkan metode pengambilan data jarak jauh atau daring. Selain itu, tantangan logistik juga menjadi hambatan, mengingat luasnya wilayah Indonesia dan beragamnya kondisi di setiap kota. Pendekatan yang fleksibel dan adaptif diperlukan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan akurat dan representatif,” tambahnya.

Riset ini bukan hanya tentang angka dan data saja, tetapi tentang cerita dan bagaimana kita bisa mengkontektualisasikan konsep-konsep yang ideal dari masyarakat dan untuk masyarakat agar dapat tetap menumbuhkan kesejahteraan psikologis di tengah berbagai tantangan. Harapannya upaya ini dapat menjadi pijakan untuk turut membangun Indonesia yang lebih bermakna dan sejahtera di masa mendatang.

“Riset ini juga diharapkan dapat menjadi sorotan penting bagi seluruh lapisan masyarakat mulai dari kalangan praktisi hingga akademisi dan khususnya pemerintahan dan kementerian terkait upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,” tegas Ketua tim itu.

Dalam diskusi yang dilakukan, Tim Blusukan dengan Guru Besar Fakultas Psikologis UMS, Prof. Taufik Kasturi, S.Psi., M.Si., PhD., menegaskan bahwa berdasarkan beberapa riset, konsep kesejahteraan psikologis dari suatu kota itu dapat disesuaikan dengan masyarakat di kota masing-masing. Namun yang perlu diperhatikan bahwa dalam Al-Quran Surah An-Nahl ayat 97 disebutkan yang artinya bahwa “Barangsiapa yang beramal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam kondisi mereka beriman, maka akan Allah karuniakan kehidupan yang baik”.

“Islam menyebutkan 2 parameter kesejahteraan, yakni barangsiapa yang beriman dan beramal soleh. Para mufassirin menyebutkan bahwa makna kesejahteraan di sini terdapat pada 3 alam yakni di dunia, di alam kubur dan diakhirat. Hal ini menjadi dasar bahwa sejahtera tidak hanya bahagia di dunia saja, tetapi sejahtera dalam seluruh kebaikannya di dunia, alam kubur dan di akhirat kelak,” terang Dekan Psikologi UMS itu. (Fika/Humas)