Pakar Ekonomi Syariah UMS Berikan Tanggapan Tentang Muhammadiyah Dapat Lampu Hijau dari OJK untuk Buat Bank atau Akuisisi

ums.ac.id, SOLO – Pakar Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) memberikan tanggapan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan memberikan lampu hijau bagi Muhammadiyah yang ingin mendirikan bank atau mengakuisisi bank syariah di Indonesia.

Seperti yang dilansir oleh katadata.co.id yang diakses pada Sabtu, (27/7), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan OJK memberikan dukungan dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan yang memadai dari pemegang saham untuk mendukung permodalan bank yang kuat. Pemegang saham juga harus melaksanakan tata kelola yang baik sesuai ketentuan yang berlaku.

Di sisi lain, Dian meminta agar Muhammadiyah atau pihak lain yang ingin menjadi pemegang saham di bank syariah tetap memperhatikan POJK No. 16/POJK.03/2022 tentang Bank Umum Syariah. POJK itu mengatur persyaratan komitmen terhadap pengembangan bank yang sehat, kriteria dan persyaratan kepemilikan, serta ketentuan permodalan dari suatu bank umum syariah.

Pakar Ekonomi Syariah UMS, Muhammad Sholahuddin, S.E., M.Si., Ph.D., memberikan tanggapan terkait dengan hal tersebut. Ia mengatakan bahwa Muhammadiyah merupakan lembaga yang sifatnya bukan komersial, sementara bank adalah lembaga komersial. Jika Muhammadiyah mengakuisisi ataupun menanam saham di lembaga keuangan (perbankan), harus ada tujuan yang jelas fungsi bank tersebut itu untuk apa, apakah untuk masyarakat umum atau untuk persyarikatan Muhammadiyah sendiri.

BACA JUGA Pancasila sebagai Laku, PSBPS UMS Kuatkan Pancasila sebagai Darul Al-‘Ahdi Wasy Syahadah Hasil Putusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 Makassar

Sholahuddin juga mengatakan ada beberapa lembaga keuangan syariah yang menyalurkan dananya kepada perusahaan besar. Di sisi lain, ada juga bank-bank tertentu digunakan untuk menyerap penghimpunan dana dari masyarakat tetapi disalurkan kepada perusahaannya sendiri.

“Misalkan perusahaan A butuh dana, tinggal ambil duit aja dari bank itu, kalau perusahaan A collapse (bangkrut), banknya ikut bermasalah. Ini kan menunjukkan bahwa bank itu fungsinya bukan untuk rakyat, tapi untuk membesarkan perusahaanya sendiri,” tegas Sholahuddin saat ditemui pada Sabtu, (27/7).

Contohnya kasus yang terjadi di Korea Selatan, tambah Sholahuddin, sekitar 20 tahun yang lalu belum ada yang mengenal produk-produk buatan korea seperti Samsung, Hyundai, sedangkan yang terkenal adalah produk Jepang dan Eropa. Setelah menyadari itu, rakyat, pengusaha, dan pemerintah Korea Selatan berkomitmen mempunyai visi ke depan ingin menjadi negara nomor satu di dunia, sehingga mereka mau membeli produknya sendiri meskipun tidak sebagus produk dari negara luar.

BACA JUGA Unggul! Mahasiswa UMS Jadi Finalis Pilmapres 2024, Satu-satunya Perwakilan dari PTS

“Sementara itu, pengusahanya merasa berhutang budi kepada masyarakat yang mau membeli produknya, sehingga dana dari pembelian produknya digunakan untuk riset dan pengembangan yang akhirnya produknya dapat bersaing dengan negara lainnya,” kata Sholahuddin yang juga sebagai Sekprodi Program Studi Magister Manajemen UMS.

Berkaca dari Korea Selatan, Sholahuddin berharap kaum muslimin Indonesia memiliki visi untuk menegakkan syariat Islam yang rahmatan lil alamiin dengan memilih bank syariah walaupun fitur dan fasilitasnya belum sebanyak bank-bank konvensional, sehingga nantinya dana yang ada di bank dapat dikembangkan untuk kembali kepada kaum muslimin.

“Kalau umat Islam itu jaya, nonmuslim pun otomatis akan terakomodir,” tegas pengajar Ekonomika Islam.

Untuk mengakuisisi, Sholahuddin menyarankan melakukan analisis visibilitinya dan kelayakannya dengan membentuk tim dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah meliputi akademisi, praktisi, yang ahli di bidang visibiliti termasuk appraisal (penilaian) untuk menganalisis. (Yusuf/Humas)