Guru Besar Ilmu Hukum UMS Berikan Pandangan Terkait Muhammadiyah dan Izin Usaha Pertambangan

ums.ac.id, SOLO – Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) memberikan pandangannya atas keputusan Muhammadiyah terkait tawaran pengelolaan izin tambang. Pandangannya tersebut disampaikan pada saat pemaparan dalam seminar “Kebijakan Pengelolaan Pertambangan: Perspektif Transendental” yang diselenggarakan di Ruang Seminar Gedung Induk Siti Walidah UMS, Sabtu (10/8).

Legal policy atau izin adalah bagaimana membuat kebijakan, dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, dan bagaimana aparatur pelaksana kebijakan tersebut dibina agar tujuan dari kebijakan tersebut terpenuhi, yakni pada nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan.

Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2024 tentang Perubahan Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batu Bara, ketika berargumentasi dengan hukum, maka kebijakan tersebut memungkinkan untuk tidak lolos karena bertentangan dengan peraturan yang sebelumnya. Namun saat ini, persoalan yang sedang di highlight adalah pro-kontra Muhammadiyah yang menerima tawaran Izin Usaha Pertambangan.

Menurut Guru Besar bidang Politik Hukum dan Hukum Lingkungan, Prof. Dr. Absori, S.H., M.Hum., Muhammadiyah menerima tawaran tersebut tetapi dengan syarat, yaitu syarat utama tidak boleh merusak lingkungan, ada kesejahteraan untuk masyarakat, dan tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat.

“Sehingga nanti bahwa pengelolaan tambang itu model yang dikembangkan oleh Muhammadiyah adalah model yang ideal,” ungkap Guru Besar bidang Politik Hukum dan Hukum Lingkungan itu.

Untuk mendapatkan model yang ideal ini, lanjutnya, akademisi yang berkecimpung di Muhammadiyah harus menyumbangkan ide pikirannya.

Kaprodi Program Doktor Ilmu Hukum UMS itu juga menyampaikan, pada Ormas Keagamaan yang diberikan izin tersebut memiliki organ atau sayap yang memiliki sayap di bidang ekonomi. Sayap ini memang tujuannya untuk mensejahterakan anggotanya, sebagaimana Muhammadiyah yang bergerak di bidang ekonomi juga.

“Dan hemat saya sebenarnya tidak salah kalau kemudian menurut Muktamar di Makassar maupun di Solo, kita tidak hanya bergerak dalam bidang pendidikan maupun rumah sakit (kesehatan), tapi juga ekonomi,” tutur Absori.

Tetapi, dia meneruskan, waktu itu yang dimaksudkan saat Muktamar terkait dengan ekonomi adalah dalam rangka pemberdayaan saudagar Muhammadiyah, belum merambah ke persoalan pertambangan. Tetapi kemudian ada tawaran pertambangan ini, dan kemudian direspon oleh orang-orang yang paham ekonomi.

Absori menyampaikan, yang ditawarkan ke Muhammadiyah adalah wilayah izin usaha pertambangan khusus. Untuk ini, Muhammadiyah harus melihat terlebih dahulu wilayah izin tambang yang diberikan kepada Muhammadiyah.

“Saya akan kasih rekomendasi ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah, jangan dulu lah. Kita harus lihat bagaimana wilayahnya yang akan dikasih izin, apa baru atau bekas. Kalau bekas, nanti dulu lah. Eman-eman Muhammadiyah yang kapal besar ini,” pesan Kaprodi S3 Ilmu Hukum UMS.

Kemudian apakah wilayah tersebut berpotensi konflik atau tidak dengan masyarakat setempat, dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan. Muhammadiyah perlu memberikan contoh dan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.

Dia juga mewanti-wanti bahwa pada tambang memungkinkan adanya jebakan dan potensi konflik. Terlebih lagi sekarang sedang ramai tambang ilegal.

“Jangan sampai kita terseret-seret, karena bicara main tambang itu identik mainnya yang ilegal,” pesannya.

Berbicara tambang itu juga abu-abu. Seolah-olah bisnis yang menggiurkan tetapi warnanya penuh dengan warna yang tidak transparan.

Dia menghargai, sikap Muhammadiyah. Muhammadiyah menerima tawaran karena Muhammadiyah tidak biasa menunjukkan sikap frontal. Dia berpesan agar kader Muhammadiyah tidak boleh diam, melainkan harus mengawal.

“Apapun adanya pengelolaan tambang, itu harus pro rakyat, jangan menyengsarakan masyarakat,” tegasnya.

Harapan ke depan, Muhammadiyah dapat tetap konsisten, mandiri, dan dapat berkontribusi ke masyarakat.

“Muhammadiyah tetap konsisten sikapnya terhadap kebijakan-kebijakan yang digelontorkan oleh pemerintah. Jangan sampai gara-gara ini, mentalnya mereng-mereng atau pragmatis. Karena orang sudah kadung (terlanjur) menganggap bahwa Muhammadiyah adalah satu-satunya organisasi yang tidak bisa di itik-itik,” katanya.

Dia menegaskan Muhammadiyah harus berkontribusi, bagaimana misi Muhammadiyah organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan juga menyejahterakan, memajukan umat, menuju satu umat yang betul-betul umat utama dan berkemajuan. (Maysali/Humas)

Jadi Kampus dengan Kualitas Riset Tertinggi di Indonesia, UMS Fokus Tingkatkan Kualitas Penelitian dan Kerjasama Internasional
02Nov

Jadi Kampus dengan Kualitas Riset Tertinggi di Indonesia, UMS Fokus Tingkatkan Kualitas Penelitian dan Kerjasama Internasional

ums.ac.id, SURAKARTA — Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sebagai kampus yang Mencerahkan, Unggul, Mendunia terus berkomitmen…

Lokakarya Digitalisasi Sekolah: Tim UMS Berikan Pelatihan Peningkatan Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran
02Nov

Lokakarya Digitalisasi Sekolah: Tim UMS Berikan Pelatihan Peningkatan Pemanfaatan Teknologi untuk Pembelajaran

ums.ac.id, SURAKARTA — Dalam rangka mendukung digitalisasi pendidikan, Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sekaligus Kabag…

Perpustakaan UMS Gelar Kegiatan Refreshing Staff Bersama Aice
02Nov

Perpustakaan UMS Gelar Kegiatan Refreshing Staff Bersama Aice

ums.ac.id, SURAKARTA – Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyelenggarakan kegiatan yang menarik untuk para staff…