ums.ac.id, SURAKARTA – Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syariah (MHES) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menunjukkan eksistensinya di kancah internasional melalui diseminasi riset yang bertajuk “The Formalisation of Cryptographic Evidence in ASEAN Jurisdictions.”
Riset tersebut dipresentasikan dalam Forum International Postgraduate Conference Islamic Studies yang diselenggarakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya pada Rabu-Kamis, 11-12 September 2024 dengan menampilkan Adityo Wiwit Kurniawan sebagai pembicara dalam konferensi tersebut.
Riset ini merupakan hasil kolaborasi antara: Isman, Ahmad Ashari Ashshidiq, dan Adityo Wiwit Kurniawan (Universitas Muhammadiyah Surakarta); Farida Arianti (Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Barusangkar, Sumatera Barat); dan Yusuf Rahmat Yanuri (University of Edinburgh, Skotlandia, United Kingdom).
Kepala Program Studi MHES UMS, Dr. Isman., S.H.I., S.H., M.H., menyampaikan kebanggaannya atas capaian itu. Ia mengatakan bahwa diseminasi risetnya menunjukkan kualitas dan keunggulan program studi kami dalam berkontribusi di tingkat internasional.
“Saya sangat mengapresiasi kerja keras dan dedikasi tim peneliti, yang tidak hanya membawa nama baik UMS, tetapi juga menunjukkan potensi besar dalam menjawab tantangan hukum digital di era globalisasi,” ujar Isman Kamis, (12/9).
Melalui prestasi ini, lanjutnya, MHES UMS terus berkomitmen untuk mendukung riset dan inovasi yang berkontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan hukum ekonomi syariah, khususnya di era digitalisasi dan lintas yurisdiksi.
Isman juga menjelaskan, penelitian tersebut mengupas tentang pentingnya kriptografi sebagai komponen fundamental dalam validitas bukti digital dan kebutuhan otoritas negara untuk melakukan sertifikasi terhadap validitas tersebut dalam konteks lintas yurisdiksi.
Dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan interdisipliner yang mengintegrasikan teori kriptografi dan institusionalisasi hukum dari bidang ilmu komputer dan keamanan informasi, penelitian itu mengungkap bahwa kriptografi dapat mempertahankan integritas bukti digital secara efektif.
Namun, jelasnya, efektivitas ini bergantung pada harmonisasi hukum internasional, terutama dalam konteks ASEAN.
“Riset ini merekomendasikan pengakuan universal terhadap kriptografi melalui penciptaan protokol untuk pengakuan lintas yurisdiksi terhadap bukti digital yang dihasilkan oleh teknologi kriptografi,” jelasnya.
Temuan riset ini, lanjutnya, mendapatkan apresiasi tinggi dari para peserta konferensi, yang ditandai dengan banyaknya pertanyaan dan diskusi yang dihadiri oleh audience dari berbagai negara.
“Hal ini menunjukkan relevansi dan kontribusi riset terhadap isu-isu aktual di bidang hukum digital dan kriptografi di kawasan ASEAN,” pungkasnya. (Yusuf/Humas)