You are currently viewing UMS Lahirkan Doktor ke-9 dengan Disertasi “Hukum Rekayasa Reproduksi Indonesia Berbasis Transendental”

UMS Lahirkan Doktor ke-9 dengan Disertasi “Hukum Rekayasa Reproduksi Indonesia Berbasis Transendental”

  • Post author:
  • Post category:Berita

Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta melaksanakan ujian terbuka di Aula Pascasarjana pada Sabtu, 30 September kemarin. Pelaksanaan ujian kemarin melahirkan doktor ke sembilan bagi UMS, setelah Rizka mempertahankan disertasinya yang berjudul Hukum Rekayasa Reproduksi Indonesia Berbasis Transendental dihadapan para Promotor dan Dewan Penguji Dr. Sofyan Anif, M.Si dengan predikat cumlaude. Bertindak sebagai promotor adalah Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, S.H, M.Hum, Ko Promotor I Prof. Dr. Absori, S.H, M.Hum dan Ko Promotor II Prof. Dr. dr. Rusdi Lamsudin, SPSK, M.Med SC.

Menurut Prof. Dr. Absori, SH, M.Hum selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum UMS berdasarkan abtraksi disertasi Rizka yang memaparkan penemuan dibidang Rekayasa Reproduksi adalah suatu temuan yang besar, antaralain penemuan cloning embrio, inseminasi, sewa rahim dan bank sperma. Penemuan ini merupakan pengrusakan terhadap generasi manusia, karena dalam penemuan tersebut terdapat antinomy nilai, yaitu adanya dua pertentangan nilai. “Disatu sisi, bisa menolong manusia, dan disisi lain merupakan penyebab dipermainkannya penciptaan manusia,” ungkap Prof Absori.

Rizaka memaparkan disertasinya berupaya untuk menawarkan sebuah perpektif baru dalam ilmu hukum, yaitu paradigma transendental dalam hukum hal Rekayasa Reproduksi. Paradigma ini diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif dalam proses pembangunan ilmu hukum yang saat ini sangat didominasi oleh paradigma rasional.

Hukum Rekayasa Reproduksi yang berbasis nilai nilai transendental dalam membuat aturan mengambil keputusan hukum, menurut Rizka melalui pandangan agama, ijtihat para ulama dan juga mendahulukan manfaat daripada mudharat yang dihasilkan dari kemajuan Rekayasa Reproduksi tersebut.

Harmonisasi antara hukum positif dan nilai-nilai transendental akan menjadikan hukum Rekayasa Reproduksi bisa membentengi Indonesia dari masuknya kemajuan rekayasa reproduksi yang terus mengalami pembaharuan dan penciptaan-penciptaan tak terbatas.

Lebih lanjut Rizka menyatakan, dalam hukum positif Indonesia, penyebutan secara khusus mengenai cloning, sewa rahim dan bank sperma belum ada. Namun bukan bearti sampai saat ini hukum pidana dan perdata Indonesia sama sekali tidak melindungi organ-organ vital manusia atau kesehatan reproduksi. “Dalam ketentuan hukum positif Indonesia perlindungan kesehatan reproduksi tersebut dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan beserta turunannya,” jelasnya.

Dalam rekomendasinya, Rizka menyarankan antara lain, Peraturan hukum tentang Rekayasa Reproduksi hendaknya dibuat menjadi satu rancangan undang-undang tersendiri, sehingga mejadi payung hukum dalam membentengi Indonesia dari masuknya penemuan-penemuan rekayasa reproduksi lainnya yang tidak sesuai dengan nilai moral dan budaya di Indonesia.

Prof. Absori mengemukakan, Rizka yang sehari-hari menjabat sebagai staf ahli DPR RI dalam menyusun disertasinya ini ternyata sesuai dengan misi visi peran doktor UMS yakni pada titik-titik keislaman atau membahas nilai kenabian yang menelaah proses reproduksi seperti bayi tabung, sewa rahim, dan sebagainya. “Dia menelaah sewa rahim dalam konteks agama Islam,” tutup Prof. Absori. (Eko/Ahmad)