ums.ac.id, PABELAN – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) secara rutin melakukan kajian tarjih yang dilaksanakan secara online setiap, Selasa, (25/10). Kali ini mengangkat tema “Akhlak dalam Kehidupan Bertetangga dan Bermasyarakat”.
Masih dalam nuansa Milad ke-64, Dr.H. Syamsul Hidayat, M.Ag., menyampaikan rasa syukurnya karena UMS baru melaksanakan Upacara Milad.
“Alhamdulillah kita baru saja mengikuti puncak acara milad yang ditandai dengan kerjasama kongkrit dengan Tongmyong University Korea yang resmi membuka cabang di Korea. Sehingga UMS dapat bermanfaat bagi peryarikatan Muhammadiyah, bagi umat Islam, bangsa bahkan bagi kemanusiaan universal,” papar Syamsul.
Pada awal pemaparan, dia menyampaikan latar belakang pembahasan akhlak pada Muhammadiyah, pada Munas Tarjih ke-31 dalam kajian itu dibahas mengenai risalah akhlaq filosofi artinya tinjauan teoritis filosofi dari ayat-ayat alquran dan sunah, dan juga pandangan berbagai ulama. Selain itu, pemikiran Ahmad Dahlan yang juga membahas persoalan akhlak. Kemudian pada Muktamar ke-44 di Jakarta melahirkan putusan penting tentang Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM).
“PHIWM itu diberi makna sebuah perangkat nilai dan norma islami yang bersumber pada Al Qur’an dan as- sunah, untuk menjadi pedoman atau acuan pola tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari hari, sehingga tercermin kehidupan Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,” tambahnya.
Menurutnya, dalam kehidupan bermasyarakat itu yang berdasarkan PHIWM, pertama akhlak dalam bertetangga. Kedua akhlak dalam hubungan sosial kemasyarakatan (masuk dalam berjamaah, berorganisasi) berdasarkan nilai akhlak Islam. Hubungan sosial masyarakat baik warga Muhammadiyah maupun bukan Muhammadiyah.
“Akhlak dalam bertetangga banyak sekali dikutip oleh Majlis Tarjih baik ayat Al Quran maupun hadits, tetapi yang terpenting di akhir zaman ini dengan berbagai macam ilmu dan teknologi terjadi perubahan gaya hidup yang cenderung pada pragmatis yang berorientasi pada nilai guna semata, juga gaya hidup yang matrealistis dan hedonistis,” papar Dekan FAI itu.
Muhammadiyah, lanjut dia, mengajak kecenderungan baru, fenomena kontemporer itu harus dikembalikan kepada sumber dan pedoman kita yaitu Al-Quran dan As-sunnah.
“Mengajarkan untuk menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama dengan tetangga atau masyarakat yang lebih luas, sesuai dengan QS. Annisa ayat 36. Mengingatkan kaum muslim tidak peduli warga Muhammadiyah atau bukan, tetapi semuanya.” Sedangkan, beribadah kepada Allah, harus beribadah dengan bertauhid dan tidak menyekutuannya dengan apapun. Akhlaq kepada Allah dan meninggalkan kemusrikan. Baru kemudian akhlaq kepada sesama manusia, dimulai dari akhlak kepada orang tua.
Dia menambahkan bahwa akhlak setelah itu kepada kaum kerabat ini adalah keluarga dekat kita. Berbuat baik kepada anak-anak yatim, santunnnya tidak hanya berifat materi, tetapi bersifat binaan keagamaan. Dan berbuat baik kepada orang-orang miskin. Kemudian tetangga dekat dan teman sejawat.
Bertetangga adalah bagaimana bermurah hati kepada tetangga. Jangan sampai menyakiti atau menganggu, tapi memberi bantuan dan saling tolong menolong dalam kebaikan dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Hal ini harus diterapkan pada tetangga kita, baik sesama muslim maupun non muslim. (Fika/Humas)