Oleh drg. Ana Riolina, MPH selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FKG UMS
BERTEPATAN dengan Hari Kesehatan Nasional (HKN) Ke-58 yang jatuh pada 12 November, mengajak masyarakat melakukan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas). Merupakan kebijakan pemerintah sebagai upaya meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan bagi setiap orang untuk hidup sehat. Agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Prioritas germas juga berpusat untuk menurunkan faktor risiko utama penyakit menular, penyakit tidak menular, angka kematian ibu, serta angka kematian bayi dan stunting. Baik faktor biologis, perilaku, maupun lingkungan.
Ada salah satu faktor risiko, yang mayoritas masyakat belum mengetahui tentang hubungan stunting terhadap kesehatan gigi dan mulut. Stunting merupakan sebuah masalah kekurangan asupan gizi kronis. Terjadi selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak (1.000 hari pertama kehidupan). Sehingga menyebabkan gangguan di masa yang akan datang, yakni kesulitan mencapai perkembangan fisik dan kognitif optimal.
Anak stunting mempunyai intelligence quotient (IQ) lebih rendah, dibandingkan rata-rata IQ anak normal. Ciri klinis yang dapat diamati, yaitu postur tubuh lebih pendek dari standar tinggi anak seusianya. Lalu, apakah hubungan kesehatan gigi dan mulut berpengaruh terhadap stunting ?
Ya, stunting selain dapat dilihat dari kondisi gagal tumbuh pada anak balita sesuai usianya, juga dilihat dari pertumbuhan gigi yang terlambat dari normalnya. Gigi dibentuk pada saat janin berusia 4 bulan dalam kandungan. Pada saat masa kehamilan, sangat dianjurkan mencukupi kebutuhan suplemen seperti flour dan kalsium, untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan gigi anak nanti.
Baca Juga
Namun, asupan gizi yang tercukupi sang ibu, tidak hanya berhenti pada saat selesai kehamilan. Tetapi berlanjut hingga ibu menyusui dan anak dalam tahap makanan pendamping ASI (MPASI). Ketika usia 6 bulan sampai 2 tahun, anak mulai mengalami fase pertumbuhan gigi sulung. Sebelum ke fase gigi bercampur.
Pada saat pertumbuhan gigi pada anak, rawan sekali terjadi karies (gigi berlubang). Jika karies gigi tidak dirawat, akan berkembang menyerang seluruh mahkota gigi. Melibatkan banyak gigi depan dan belakang, sehingga bisa terjadi lepasnya gigi sulung sebelum waktunya.
Kondisi ini nantinya akan memberikan dampak buruk terhadap anak, dalam mendapatkan asupan gizi yang baik. Anak menjadi susah makan, karena gigi yang berlubang mungkin timbul sakit secara tiba-tiba. Sehingga asupan nutrisi per hari tidak tercukupi, serta daya tahan tubuh melemah.
Oleh sebab itu, pada HKN ke-58, para dokter gigi terjun langsung ke masyarakat untuk memeriahkan. Sekaligus mengedukasi masyarakat, khususnya untuk mengajak Germas. Salah satu cara yang digunakan tim dokter gigi dan mahasiswa fakultas kedokteran gigi, adalah media cetak (poster) berjudul “Mari Dukung Germas dengan Komik”.
Mengajak perilaku hidup sehat, yang dimulai dari hal terkecil. Yaitu pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, serta memakan makanan bergizi. Khususnya pada ibu hamil dan anak-anak, yang diharapkan bisa berkontribusi menurunkan angka stunting di Indonesia.
Berikut tips-tips mencegah stunting pada anak dengan program Germas. Pertama, dengan semboyan Komik. Diawali dengan konsumsi buah. Menambah jumlah konsumsi makanan dari buah dan sayur, merupakan contoh Germas yang dapat dilakukan siapapun, khususnya anak-anak. Banyak tips yang bisa dilakukan, agar anak mau makan buah dan sayur. Yakni mengkreasikan makanan dari buah dan sayur menjadi tampilan yang menarik dan disukai anak.
Kemudian memeriksakan kesehatan secara berkala. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengecek kesehatan secara rutin pada anak. Misalnya datang ke posyandu untuk pengecekan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Serta melihat nilai indeks massa tubuh (IMT). Selain itu, mengukur lingkar pada tangan dan perut secara berkala.
Selanjutnya, melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan berolahraga secara sederhana. Seperti berjalan kaki, bersepeda, dan aktivitas fisik yang dapat mengeluarkan keringat.
Kedua, membersihkan gigi dengan air hangat menggunakan kapas atau cutton bud pada bagian gigi dan mulut yang terkena susu. Ketiga, menyikat lidah dan menggunakan pasta gigi mengandung flour. Keempat, mendidik dan membiasakan menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur.
Kelima, pemeriksaan berkala ke dokter gigi ketika anak berusia 2 tahun. Pemeriksaan ini penting karena fase pertumbuhan gigi sulung secara normalnya berjumlah 16 gigi, terjadi pada anak usia 2 tahun.
Jika terjadi keterlambatan dari normalnya, maka orang tua bisa mengetahui dengan pemeriksaan berkala ke dokter gigi. Selain itu, jika terjadi permasalahan gigi berlubang atau tanggal sebelum waktunya, maka orang tua juga bisa berkonsultasi dengan dokter gigi terkait permasalahan tersebut. (*)
Sumber : https://radarsolo.jawapos.com/opini/20/12/2022/cegah-stunting-pada-anak-dengan-semboyan-komik/