Menyoal Perusakan Lingkungan, PC IMM Sukoharjo Gelar Diskusi Komprehensif dari Berbagai Perspektif

ums.ac.id, PABELAN – Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Sukoharjo (PC IMM Sukoharjo) mengusung diskusi panel dengan berbagai perspektif menyoal etika lingkungan untuk memberikan wawasan dan cakrawala yang luas dan komprehensif kepada kader-kader IMM keseluruhan, terlebih kepada kader IMM Sukoharjo.

Agenda tersebut berlangsung di Warmindo Benk-Benk UMS pada Rabu, (12/06/24), bertemakan “Environmental Ethics : Menyoal Kerusakan Lingkungan dari Berbagai perspektif” yang diawali Abdillah Toha dari perspektif sains lalu Taufiq Adi Kurniawan dari perspektif Teologi dan Nadhif Rais dari perspektif Hukum yang masing-masing merupakan Ketua Bidang Pimpinan Cabang IMM Sukoharjo. Keduanya juga merupakan mahasiswa Ilmu Quran dan Tafsir Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Acara yang dihadiri oleh kader-kader IMM se-Sukoharjo ini mendiskusikan persoalan kerusakan lingkungan yang makin hari semakin harcur saja, penggundulan hutan dimana-mana, dan ditambah iklim cuaca yang sekarang tidak teratur dan suhu bumi yang semakin meningkat.

Dalam perspektif sains, Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK), Abdillah Toha memaparkan bahwa manusia dan alam termasuk dalam siklus yang sama-sama saling membutuhkan untuk menjaga keseimbangan kehidupan.

“Manusia harus menyadari bahwasannya semua makhluk hidup memiliki intrinsic value dan moral standing-nya masing-masing, Jadi manusia bukanlah makhluk yang lebih unggul dari makhluk lainnya dan harus menghormati keberadaan makhluk lainnya,” ungkapnya, Sabtu, (15/6).

Toha menegaskan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan menjaga siklus kehidupan. Manusia pun memerlukan kesadaran moral dan keterhubungan antara manusia dan lingkungan di sekitarnya.

Ketua Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman (TKK), Taufiq Adi Kurniawan dalam perspektif teologi menjelaskan ada sekitar 800 ayat yang berbicara tentang alam semesta dan lingkungan, dan manusia diberi amanah sebagai khalifah dengan tugas untuk memelihara dan menjaga kelestarian alam lingkungan, sehingga ada keseimbangan antara alam dan manusia.

“Meskipun dalam Al-Baqarah [2]:22 Allah SWT berfirman bahwa menciptakan segala yang ada di bumi untuk manusia tetapi dalam Quran Al-A’raf [7]: 56 menjelaskan Allah swt melarang berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Sumber Daya Alam yang melimpah di perut bumi diperuntukkan kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga manusia dilarang untuk membuat kerusakan,” ungkapnya.

Lalu dilanjutkan dengan menyebutkan QS. Ar-Rum [30]:41.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar),” tambahnya.

Taufiq mengingatkan setelah Indonesia menduduki peringkat ke-17 sebagai negara dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia pada tahun lalu, hal itu patut menjadi perhatian sebagai warga Indonesia, untuk mulai sadar akan pentingnya meminimalisir penggunaan produk yang menghasilkan polusi, dan mulai beralih kepada transportasi publik.

Nadhif Rais, Ketua Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik (HPKP) dalam perspektif hukum mengutarakan bahwa ada lebih dari 5 undang-undang yang sudah mengatur secara detail tentang pelestarian lingkungan hidup dari air, udara dan sumber daya yang terkandung di perut bumi tetapi masih saja perusakan dan kerusakan banyak terjadi di alam ini.

“Perlunya sikap tegas dari negara dan penegak hukumnya untuk menindak atas pelanggaran yang dilakukan dari banyaknya oknum pun terlebih para pejabat dan pengusaha yang semena-mena melakukanya karena merasa dirinya punya power,” ungkapnya.

Sikap kita, tekan Nadhif, sebagai masyarakat yang sadar untuk melestarikan lingkungan hidup mulai dengan mengurangi membeli produk sekali pakai seperti plastik, pipet, kresek. Selain itu secara kolektif untuk melakukan gerakan reboisasi yang gencar dan buang sampah pada tempatnya karena bumi yang kita pijak saat ini tidak untuk keserakahan dan hawa nafsu orang-orang yang hidup sekarang tetapi harus memikirkan anak, cucu dan keberlanjutan yang akan merasakan setelahnya. (Fika/Humas)