Pengabdian Shabran UMS, Hisyam Menebar Dakwah di Ibukota Nusantara Kalimantan

ums.ac.id, SURAKARTA – Sebuah desa kecil bernama Desa Cisarua, Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 17 Desember 1999, lahirlah seorang anak yang kelak akan menjadi salah satu pejuang dakwah di Ibukota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur. Dialah Moch Hisyam Ramadhan, S.Ag.

Kini, nama Hisyam tak asing lagi sebagai pendakwah di tanah regional IKN tepatnya mengabdi di Pondok Pesantren Al-Mujahidin Balikpapan. Selama Ramadhan 1445 H ia bertugas di berbagai daerah di Balikpapan dan di Desa Itchi, Penajam Paser Utara, sebagai pendakwah yang diutus dari Pondok Pesantren Al-Mujahidin Balikpapan. Hisyam, demikian ia kerap disapa, memulai perjalanannya untuk menebarkan cahaya dakwah di mana pun kakinya berpijak.

Setelah lulus 6 tahun di Pondok Pesantren, keinginan itu semakin menggelora, hingga secara serius ia mendaftar Pondok Perkaderan Ulama Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, yaitu Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) atau yang dikenal dengan Pondok Shabran UMS.

“Saya tidak pernah terbayangkan akan menempuh perkaderan Muhammadiyah secara mendalam melalui Pondok Shabran. Di sini, Pondok Shabran UMS, ia menemukan jati dirinya,” ucap Hisyam Rabu, (9/10).

Bukan sekadar memahami Islam, ia juga merasakan bagaimana agama harus hidup dalam jiwa dan perilaku. Ilmu yang didapatkan menjadi bekal yang tak ternilai harganya. Dengan semangat yang tak pernah pudar, ia mulai menapaki jalannya sebagai seorang pendakwah.

Pengalaman dakwahnya tak semata dari bangku pembelajaran ruang kelas. Salah satu pengalaman paling membekas di hati Hisyam adalah ketika ia diamanahkan Mubaligh Hijrah Pondok Shabran UMS menjadi imam selama Ramadhan di Gunung Kidul, Yogyakarta.

“Itu adalah pengalaman yang sangat berkesan,” ujarnya.

Bukan hanya karena jarak yang jauh dari kampung halaman, tetapi karena di sanalah ia benar-benar merasakan bagaimana Islam menyatukan umat dalam kehangatan Ramadhan. Meski masih berumur yang dirasa muda, Hisyam mampu menyelesaikan amanah tersebut dengan sangat baik.

Tak berhenti di situ, Hisyam juga setelah lulus sarjana mengemban tugas mengabdi selama satu tahun di Regional IKN menjadi pengasuh sekaligus pengajar di Pondok Pesantren Al-Mujahidin Balikpapan. Kemudian juga bertugas sampai ke Desa Itchi, Penajam Paser Utara.

Mengajar ngaji dan membimbing umat di IKN yang ditugaskan Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) PP Muhammadiyah memberikan pengalaman yang berbeda baginya. Hisyam menjadi saksi bagaimana Islam tumbuh di tengah dinamika kota besar dan juga desa terpencil, sekaligus menjadi pengingat bahwa dakwah tidak mengenal batas geografis.

Tahun 2024 menjadi titik balik dalam perjalanan Hisyam. Selepas menyelesaikan Pendidikan di Pondok Shabran dan Sarjana Ilmu Al-Quran dan Tafsir UMS. Ia diamanahkan untuk menjadi pengasuh dan pengajar tetap di Pondok Pesantren Al-Mujahidin Balikpapan.

Ini bukan sekadar tanggung jawab administratif, tetapi sebuah langkah besar dalam karier dakwahnya. Ia kini bukan lagi santri atau mahasantri, melainkan pengasuh yang harus membimbing generasi penerus dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam sekaligus penggerak Muhammadiyah.

Menjadi pengasuh di usia yang masih muda bukanlah perkara mudah. Hisyam harus memastikan bahwa setiap santri mendapatkan pendidikan yang layak, baik secara akademis maupun spiritual.

“Tugas ini berat, tapi juga mulia. Saya merasakan bagaimana para pengajar saya dahulu berjuang untuk kami, dan sekarang giliran saya untuk membalas kebaikan itu dengan mendidik para santri,” jelasnya penuh semangat.

Daerah Regional IKN, Balikpapan dan Penajam Paser Utara yang sedang berkembang pesat karena rencana pemindahan ibu kota negara, menjadi ladang dakwah baru bagi Hisyam. Di sana, sesekali ia ditugaskan berdakwah, tepatnya Desa Itchi yang sangat dekat dengan titik nol IKN.

Setiap hari kesehariannya di Pondok Al-Mujahidin Balikpapan, Hisyam tidak pernah berhenti untuk menyebarkan kebaikan. Mengajar ngaji, mata pelajaran, mengisi kajian, dan membimbing para santri menjadi bagian dari rutinitas yang tak terpisahkan. LDK melalui program dai pengabdian bersama Pondok Shabran UMS berkomitmen untuk menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam aqidah.

Tantangan tentu saja ada. Hisyam mengakui bahwa tugas ini tidak mudah.

“Ada suka dan duka dalam setiap langkah perjuangan. Namun, keyakinan bahwa Allah selalu bersama kami menjadi sumber kekuatan,” tegas Hisyam.

Penerimaan Masyarakat dengan baik, yang bahkan memberikan kontribusi dalam bentuk materi dan tenaga, menjadi bukti bahwa dakwahnya telah menyentuh hati banyak orang.

Hisyam berharap perjuangan ini akan terus berlanjut, tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi juga di seluruh nusantara.

“Saya berharap kita semua selalu diberikan kekuatan dan keistiqomahan di jalan berdakwah dan mengabdi untuk persyarikatan,” tutup Hisyam. Perjalanan ini memang penuh tantangan, tetapi bagi Hisyam, inilah jalan hidupnya. (Fika/Najihus/Humas)