ums.ac.id, SOLO – Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyelenggarakan Webinar Series ke-35 Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) dengan menghadirkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof., Dr., H., Syamsul Anwar, MA., Senin, (30/10), yang dilaksanakan melalui platform Zoom Meeting,
Dalam kesempatan itu, Wakil Rektor IV UMS Bidang SDM, AIK & Sistem Informasi yaitu Prof., dr., Dr., Em Sutrisna, M.Kes., menyampaikan kepada Prof., Syamsul Anwar berkenaan dengan agenda penguatan AIK yang dilakukan oleh UMS.
“Terdapat beberapa agenda penguatan AIK yang dilakukan UMS. Seperti kajian tarjih yang dilaksanakan setiap hari Selasa, dengan pemateri Dr. Syamsul Hidayat. Kemudian setiap malam Jumat, dilakukan pengajian qiyamul lail mulai dari 3.30 sampai subuh, seperti yang dilaksanakan pada hari ini,” jelas Prof., Em.
Wakil Rektor IV itu, menyampaikan juga bahwa kegiatan ini sudah berlangsung selama sekitar 3 tahunan dan diikuti oleh seluruh dosen dan tenaga kependidikan universitas. Semoga peserta dapat menyimak paparan materi tentang putusan tarjih, berkaitan dengan fikih kontemporer.
“Mudah-mudahan, kegiatan ini dapat memberikan hikmah dan berkah bagi UMS. Selain itu kegiatan ini untuk mewujudkan cita-cita bersama sebagai kampus yang profesional, yang terwujud salah satunya dengan pelaksanaan agenda seperti ini,” ungkapnya.
Pada kegiatan AIK Web Series ke-35 ini, pemaparan materi dipandu oleh Dr., Imron Rosyadi, M.Ag., yang merupakan Kepala Lembaga Pengembangan Pondok Islam dan Kemuhammadiyahan (LPPIK) UMS.
Dia menyampaikan bahwa di dalam tarjih itu, terdapat tiga jenis pemikiran, yaitu putusan tarjih, fatwa tarjih, dan wacana tarjih. Pemikiran yang disampaikan dalam pertemuan tersebut adalah putusan tarjih hasil Musyawarah Nasional ke-31.
Syamsul Anwar memaparkan materi mengenai perubahan penentuan waktu sholat subuh, fikih difabel, hingga pembahasan zakat kontemporer. Mengenai waktu sholat subuh, terdapat perubahan dari yang awalnya waktu subuh adalah ketika ketinggian matahari minus 20 derajat menjadi minus 18 derajat.
“Perubahan tersebut menjadikan awal masuk waktu subuh menjadi lebih lambat yaitu sekitar 4 menit. Kalau dulu minus 20 derajat berarti lebih awal, dua derajat itu kurang lebih, tetapi tidak mesti empat menit,” ujar Syamsul Anwar.
Dia mengatakan bahwa jalannya matahari tidak tegak lurus, sehingga terdapat pergeseran dalam waktu awal fajar. Dan hal tersebut menjadikan adzan subuh akan lebih lambat dari sebelumnya.
Penentuan secara tepat saat terbitnya fajar menjadi penting, karena hal tersebut terkait dengan penentuan waktu sholat termasuk sholat sunnah, awal waktu berpuasa, dan akhir waktu untuk wukuf di Arafah.
Selain itu, Dia juga menerangkan mengenai ‘Fikih Difabel’, yang berarti ketentuan-ketentuan yang dapat diberikan untuk kelompok rentan agar dapat beribadah dengan sebaiknya. Disampaikan juga bahwa Surat Al Maun menjadi framework dalam fikih difabel.
“Fikih difabel ini adalah wujud nyata dari usaha-usaha dakwah pencerahan Muhammadiyah yang terkait dengan kelompok rentan,” ungkap Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Fikih difabel ini dimaksudkan juga agar hak asasi difabel, hak hidup yang bermartabat, serta hak mengakses teknologi sesuai dengan kebutuhan kelompok rentan ini terpenuhi. (Maysali/Humas)