ums.ac.id, SOLO – Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar Kajian Tarjih yang diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting dengan topik Tuntunan Idul Fitri, Zakat Fitri, dan Puasa Sunnah Syawal.
Dalam kajian itu, Selasa, (2/4), menghadirkan Ustaz Dr., Syamsul Hidayat, M.Ag., yang juga sebagai Dekan Fakultas Agama Islam UMS, mengatakan bahwa Rasulullah SAW memberikan isyarat kepada umat muslim yang dinyatakan oleh Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW semakin meningkatkan kualitas ibadah baik itu puasa, quamul lail, bahkan juga iktikaf di akhir Ramadan.
Membahas Tuntunan Idul Fitri 1445 H yang akan dilaksanakan bertepatan dengan hari Rabu, 10 April 2024, Syamsul mengatakan untuk mengakhiri Ramadhan dengan menyempurnakan bilangan puasa, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 185.
“Dan genapkanlah, cukupkanlah, lengkapkanlah bilangannya, yaitu bilangan hitungan hari Ramadan dalam satu bulan, ada kalanya tiga puluh hari dan ada kalanya dua puluh sembilan hari, itu terkait dengan posisi bulan, matahari, dan bumi, dari sudut pandang bumi,” paparnya.
Ketika mengakhiri Ramadan disunnahkan untuk bertakbir, sunnah muakadah, yang sebagian mengatakan wajib, karena dalam QS Al-Baqarah disebutkan “Hendaklah kalian bertakbir” sama dengan kalimat perintah.
Dalam perbedaan jumlah pengucapan kalimat Takbir, ada yang mengucapkan sebanyak 2 kali dan ada yang 3 kali. Hal tersebut menurut Syamsul Hidayat tidak menjadi masalah, karena memiliki dasar dalil masing-masing.
“Yang mengucapkan takbir sebanyak dua kali didasarkan kepada hadist dari Ibnu Mas’ud dan Salman, dan yang mengucapkan kalimat takbir sebanyak tiga kali diriwayatkan dari Abdullah bin Ummar bin Khattab,” jelas Syamsul Hidayat.
Artinya, lanjut dia, kita mau mengucapkan kalimat takbir sebanyak 2 kali maupun 3 kali boleh dan bisa dilakukan karena memiliki dasar dalil masing-masing.
Berikutnya menunaikan Sholat Ied yang waktunya bersamaan dengan waktu sholat Dhuha’. Dalam Sholat Ied ini disunnahkan dengan Sunnah Muakad, semuanya bergerak menuju tempat sholat. Ditambah lagi dengan Sunnah lain yang Rasul menyebutnya dengan Fardhu, yaitu Zakat Fitri.
“Rasulullah SAW telah mewajibkan Zakat Fitri untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dari laghwu (perbuatan sia-sia) dan perbuatan kotor, dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Maka barang siapa yang menunaikan zakat fitri ini sebelum menunaikan Sholat Ied, maka yang dikeluarkannya itu adalah zakat fitrah yang diterima (dikabulkan). Dan barang siapa mengeluarkannya sesudah Sholat Ied maka yang dikeluarkan itu (nilainya) sebagai sedekah dari sedekah ke sedekah (biasa),” kata Syamsul saat memaparkan HR. Abu Daud dan Ibnu Majah.
Dalam tuntunan Zakat Fitri sebagaimana yang disusun dalam tuntunan Ramadan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang pertama yaitu jumlah atau kadar Zakat Fitri sebanyak 1 Sha’ (setara dengan 3 Liter atau 2,5 Kg).
“Di zaman Rasul, makanan pokok yang mengenyangkan berupa kurma dan gandum, sementara di Indonesia makanan pokok berupa nasi. Dalam hal ini, majelis Tarjih dan Tajdid mengikuti metode ijtihad para ulama dengan menggunakan Qiyas, yaitu beras diqiyaskan dengan gandum atau kurma,” jelasnya.
Zakat ini dibayarkan di akhir Ramadan, terakhir sebelum melaksanakan Sholat Idul Fitri dan dibayarkan kepada fakir miskin. (Yusuf/Humas)