Oleh Soleh Amini Yahman selaku Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta
BULAN suci Ramadan 1444 H telah berlalu. Bertabur kebahagia dan kemenangan di 1 Syawal 1444 H. Kemenangan terhadap apa? Jawabnya melawan hawa nafsu sesat dan hasrat buruk penghancur kefitrahan diri manusia.
Bersyukurlah karena kita dapat melaksanakan ibadah puasa dengan baik selama satu bulan penuh. Karenanya, saat ini kita telah kembali fitrah. Sebagai manusia suci dalam kesejatian diri hamba Allah SWT.
Kini sudah masuk bulan Syawal. Bulan peningkatan, yaitu meningkatnya kualitas iman dan taqwa, dengan tetap menjaga semangat beribadah dan beramal shalih. Pasca berpuasa sebulan penuh selama Ramadan. Inilah indikator utama untuk mendeteksi, apakah puasa Ramadan kita berhasil atau gagal.
Halal Bihalal
Ramadan adalah bulan berkumpulnya segala kebaikan. Demikian pula Syawal, adalah bulan meningkatnya segala amal kebaikan. Salah satu amal kebaikan di bulan syawal adalah meleburnya segala kesalahan, keburukan, dan dosa yang telah diperbuat manusia.
Antara sesama manusia ikhlas saling memaafkan segala kesalahan, dosa, dan khilaf yang pernah diperbuat. Saling meminta dan memberi maaf, sehingga tercipta kondisi nol-nol. Dalam arti sama-sama bersih dari dosa, dendam, dan rasa benci.
Halal bihalal adalah tradisi masyarakat di Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Tidak hanya dilakukan umat muslim, tapi juga nonmuslim. Tradisi ini bertujuan mempererat silaturahmi dengan saling memaafkan. Baik kepada sesama muslim maupun nonmuslim.
Inti dari halal bihalal adalah silaturahmi. Menyambung sesuatu yang terputus, yaitu terputusnya ar rahim atau rasa kasih sayang. Terputus karena kesibukan pekerjaan, jarak yang jauh, kedudukan dan status sosial, keangkuhan ego pribadi, kebencian dan rasa dendam, serta perkara hutang-piutang.
Putusnya kasih sayang jika tidak tersambung lagim, maka akan menjauhkan manusia dari rahmad Allah SWT. Rasulullah SAW juga memerintahkan untuk memperbanyak silaturahami, agar rahmad Allah selalu tercurah.
“Dari Ibnu Syihab dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa ingin dilapangkan pintu rizqi untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahmi” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW juga menjelaskan, silaturahmi merupakan salah satu pertanda keimanan. Orang-orang yang beriman diperintahkan menjaga silaturahmi. Karena Allah sangat membenci pemutus tali silaturahmi.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi” (HR. Abu Hurairah).
Pasca-Ramadan
Ramadan merupakan momentum intensifnya ibadah yang dilakukan. Baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Frekuensi ibadah puasa, salat, membaca Alquran, bersedekah, dan lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut. Semangat ini seiring kemuliaan Ramadanm, yang di dalamnya banyak mengandung memiliki keutamaan dan keberkahan.
Ramadan merupakan bulan ‘penggemblengan’ jasmani dan rohani umat muslim. Agar menjadi pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik. Pertanyaannya, bagaimana pasca-Ramadan? Apakah kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah? Apakah kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah seadanya? Apakah takwa sudah dirasakan dalam diri kita?
Pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri sendiri. Sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri, agar spirit ibadah tidak kendur. Seiring berakhirnya Ramadan, tidak berarti berakhir pula amal saleh dan ghirah ibadah kita. Berakhirnya Ramadan tidak boleh mengakhiri amal baik dan kesalehan. Justru sebaliknya, harus ditingkatkan.
Menjaga komitmen ketaqwaaan dan raihan berkah Ramadan, kita punya tugas pasca-Ramadan. Pertama, menjaga dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Sebagaimana diperintahkan Allah dalam QS. 2: 21. “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu, dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.
Kedua, memelihara persaudaraan atau ukhuwah. Setelah saling maaf-memaafkan (halal bihalal), kita harus memelihara ukuwah. Yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa-sesama orang Indonesia), dan ukhuwah basyariyah atau insaniyah (persaudaraan sesama umat manusia).
Jika ketiga ukhuwah ini sudah membekas di dalam diri seorang pasca-Ramadan, maka kita menjadi hamba Allah yang bersaudara. Tidak saling menganiaya, saling mengecewakan, saling menghina, saling meneror, dan saling membunuh.
Ketiga, meningkatkan ibadah dan amal shaleh. Harus dilakukan secara terus-menerus (secara mudawamah. Amalan yang dirutinkan untuk mendatangkan rahmat dan ridha Allah SWT.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan” (Al-Ḥasyr: 18).
Ayat inilah yang menjadikan kita tetap tegak, kuat, dan kukuh. Terus bersemangat beribadah, meski Ramadan telah berlalu. Insya Allah ada umur panjang, kita dipertemukan kembali dengan Ramadan tahun depan. Taqabalallahu minna wa minkum, wa taqabbal ya taqabbal ya karim. Minal aidin wal faizin. (*)
Sumber : https://radarsolo.jawapos.com/opini/03/05/2023/meningkatnya-segala-kebaikan-di-bulan-syawal/