You are currently viewing Dosen UMS Bagi Pengalaman tentang Akses Pendidikan di Kawasan Tertinggal

 

PABELAN, MUHAMMADIYAHSOLO.COM-Dalam momentum Hari Pendidikan Nasional 2024, dosen berprestasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Hardika Dwi Hermawan membagikan pengalaman soal akses pendidikan di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Ketimpangan akses pendidikan di Indonesia tampak begitu nyata.

Kegiatan ini dalam rangka Monitoring Program PIMengajar dari CT Arsa Foundation, yayasan yang didirikan Chairul Tanjung dan istrinya. Program di bidang pendidikan ini mengirimkan guru-guru ke daerah pelosok Indonesia. Hardika sebagai salah satu pendiri Desamind Indonesia Foundation, memberikan materi literasi digital bagi guru dan siswa. Kegiatan yang dilakukan di Lelogama, Nusa Tenggara Timur Indonesia ini bertujuan untuk mendorong sekolah dalam meningkatkan literasi digital di sekolah maupun lingkungan sekitar.

Desamind merupakan organisasi nonprofit yang berbasis pendidikan, sosial kemanusiaan, ekonomi serta lingkungan. Desamind memiliki anggota yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia yang menjadi mitra banyak desa. “Kita diminta untuk mengisi kegiatan dan melakukan monitoring untuk guru dan siswanya. Selama beberapa hari di sini banyak agendanya, dan memang lebih fokus pada literasi digital,” ungkap Penerima Proyek Inovasi Sosial Terbaik pada Townhall Muda Nusantara 2024 saat diwawancarai kontributor muhammadiyahsolo.com, Kamis (2/5/2024).

Menurutnya, pengalaman ini luar biasa mendapatkan pengalaman terutama melihat secara langsung akses pendidikan di Sekolah Dasar 2 Lelogawa. “Harusnya lebih banyak guru atau dosen yang melihat di akar rumput terkait ketimpangan akses pendidikan masih jauh tertinggal di beberapa lokasi di daerah 3T,” paparnya. Namun terdapat semangat optimisme dalam meningkatkan pendidikan, karena banyak guru muda ikut turun tangan ke daerah selama dua tahun menjadi guru di daerah mitra.

Ketimpangan Akses

“Memang masih banyak ketimpangan pendidikan, anak muda yang mulai peduli semakin banyak. Di sini alamnya indah, hangat warganya, dan teman-teman mau membantu bergotong royong,” ujar Peraih penghargaan 10 anak muda berprestasi di bawah 40 tahun pada ajang Ten Outstanding Young Person (TOYP) in Indonesia. Hardika menyampaikan dalam literasi digital untuk guru lebih fokus ke penggunaan teknologi diintegrasikan dalam pembelajaran, bagaimana perkembangan teknologi, dan praktik untuk membuat materi pembelajaran menggunakan referensi artificial intelligence (AI).

Dosen berprestasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Hardika Dwi Hermawan, di samping papan sebuah sekolah di kawasan tertinggal, terluar, dan terdepan (3T). (Humas UMS).
Sebenarnya infrastruktur listrik dan internet di daerah ini sudah ada, namun mereka masih kurang familiar dengan teknologi. “Kemudian kita ajarkan penggunaan teknologi, salah satunya dalam menggunakan Canva, dan berkreasi di Canva. Bagi siswa, kita menyesuaikan dengan kompetensi 1 yaitu pemanfaatan teknologi dalam pencarian informasi yang tepat bagi siswa. Kita juga mengenalkan virtual reality (VR),” ujar Hardika.

Memaknai Hari Pendidikan Nasional, Hardika, mengungkapkan, pendidikan merupakan salah satu pintu untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun pendidikan rasanya itu tingkat kualitas pendidikan begitu-begitu saja. Perlu memikirkan apa yang harus dilakukan, apakah sudah tepat atau tidak harus menjadi refleksi bersama. Selama ini, pendidikan apakah sudah relevan, terlebih dalam merespon perkembangan zaman.

Harapannya akses pendidikan dapat benar-benar merata dan diperhatikan terutama di daerah 3T, termasuk daerah Timur. Selain itu untuk para pendidik dapat merasakan pembekalan di luar negeri sehingga dapat pengalaman internasional. Ini pasti akan memberikan efek domino, sehingga diharapkan mereka dapat memberikan inspirasi di kelas. Harapannya, semoga tidak ada lagi siswa atau mahasiswa yang berhenti sekolah karena masalah finansial. Pendidikan bukan sebatas program, tetapi gerakan bersama.

Sumber: https://muhammadiyahsolo.com/20240503/dosen-ums-bagi-pengalaman-tentang-akses-pendidikan-di-kawasan-tertinggal-5724