Sekolah pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) telah sukses menyelenggarakan Seminar Interdiciplinary Sharing. Seminar yang bertema “Muhammadiyah dan Tantangan Indonesia 4.0” dilaksanakan di Ruang seminar lantai 5 Gedung Pasca Sarjana UMS pada Jum’at (08/06/2018).
Pembicara dalam seminar tersebut diisi oleh Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A. beliau adalah staf khusus Presiden bidang Keagamaan Internasional Republik Indonesia. Seminar yang membahas kemajuan teknologi 4.0 dan tantangannya tersebut, dihadiri oleh peserta dari Mahasiswa Pasca Sarjana UMS dan Dosen-dosen UMS. Turut hadir juga Bapak Dr. M. Abdul Fattah Santosa, M.Ag. selaku Wakil Rektor IV UMS.
Indonesia dalam menghadapi massa 4.0 mengalami dilema keagamaan dan kebangsaan. Menurut Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A. karena keterbukaan informasi pada saat ini, negara dan organisasi-organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU) itu tidak bisa lagi menjadi tameng atau jangkar utama dalam menguasai konsep keagamaan karena sumber informasi masyarakat sudah banyak dan bisa diakses lewat manapun, sehingga memudahkan ajaran-ajaran radikalisme masuk.
Muhammadiyah harus mengambil peran terhadap tantangan masalah keagamaan dan kebangsaan, mengingat Muhammadiyah sebagai organisasi yang berkemajuan serta warga Muhammadiyah dikenal warga yang rasional dan mandiri. Dalam kesempatan yang sama Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin menyampaikan bahwa Muhammadiyah harus waspada dan fokus mendampingi tiga M.
Maksud dari tiga M ini adalah Middle Class, Middle Town dan Middle Age. Karena ketiga ini merupakan lahan subur penanaman radikalisme sebagai respon ketidakpastian. Bahkan menurutnya Muhammadiyah perlu mendirikan Majelis baru di struktural Muhammadiyah yaitu Majelis yang fokus menangani fenomena 4.0 tersebut “bahkan nampaknya muhammadiyah perlu menambah majelis baru yang mengurusi fenomena 4.0” Jelasnya.
Selain itu warga Muhammadiyah harus bisa menjadi warga yang dapat membaca informasi dari sosial media dengan cermat dan kritis. “Pembaca yang kritis adalah pembaca yang mampu menyerap aspek-aspek yang terdapat dalam smart technologhy ini sesuai dengan apa yang sudah digariskan oleh Muhammadiyah yang digariskan oleh Muhammadiyah yaitu konsep berkemajuan, berkemajuan yang dimaksud yaitu kontekstual. Kontekstual artinya kita mempunyai konteks, konteks dalam hal ini adalah Indonesia, karena Indonesia ini adalah negara darrul ahdi wasyahadah,” ujar Siti Ruhaini yang juga menjadi Komisioner HAM Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tersebut. (Risqi)