You are currently viewing Warga Keluhkan Banyak Bangunan di Bantaran Sungai, Jika Tak Ditindaklanjuti akan Digugat

Warga Keluhkan Banyak Bangunan di Bantaran Sungai, Jika Tak Ditindaklanjuti akan Digugat

Solo  — Penyempitan kawasan daerah aliran sungai (DAS) menjadi perhatian menonjol saat terjadi bencana banjir di Kota Solo pada pekan lalu. Pasalnya, dengan menyempitnya DAS mengakibatkan resapan aliran sungai menjadi berkurang.

Salah satunya berada di Kawasan Kleco, Kabupaten Sukoharjo. Di sepanjang Jalan A Yani, tepatnya mulai simpang tiga Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) hingga simpang empat Kleco ini berdiri Ruko hingga hunian warga. Bahkan, terdapat sekolah dilengkapi jembatan penghubung yang berada di bibir aliran Sungai Jenes.

“Banyak bangunan permanen di bantaran sungai tersebut. Hingga, mengakibatkan penyempitan sungai yang bermuara di Bengawan Solo. Dulu, sungai ini lebar sekali. Namun, seiring perkembangan jaman justru menyempit dan berdiri pertokoan, sekolah maupun bangunan rumah permanen,” ujar salah seorang warga Mendungan, Kabupaten Sukoharjo, Asri Purwanti, saat berbincang dengan wartawan, Jumat (24/2).

Selama 30 tahun terakhir tinggal di Kawasan Mendungan, Asri mengaku, terjadi perubahan yang signifikan terhadap aliran sungai yang bermuara ke Bengawan Solo tersebut. Dimana, banyak bangunan dengan pondasi permanen bahkan yang menjorok ke bibir sungai. Sehingga, sangat membahayakan.

Tak hanya itu, sebuah jembatan juga dibangun yang difungsikan untuk bangunan sekolah.

Dirinya tak memungkiri, jika rumahnya juga berada di dekat bantaran sungai itu. Namun, selama ini dirinya juga tidak pernah mendapat teguran dari pihak terkait.

“Justru ini yang membuat saya heran, kok bisa ya. Bahkan, untuk teguran pun juga gak ada,” ungkap pengacara Kota Solo itu.

Jika hujan lebat melanda, Asri mengaku, air dari permukaan sisi utara Desa Mendungan tidak dapat masuk ke Sungai Jenes. Alhasil, menggenangi rumah warga di sekitar kawasan desa tersebut.

“Bangunan di sisi selatan sungai itu kan lebih tinggi daripada sisi utara jalan. Kalau hujan lebat, air dari sisi utara tidak bisa masuk ke sungai. Sehingga mengakibatkan banjir di desa Mendungan,” ucapnya.

Dirinya berkeyakinan bahwa kawasan penyempitan bantaran sungai menjadi penyebab terjadinya banjir di Kota Bengawan. Dia juga yakin, jika tidak hanya di kawasan Mendungan saja yang terjadi penyempitan DAS. Melainkan, juga di beberapa wilayah di sekitar aliran anak sungai Bengawan Solo.

“Saya yakin gak di sini saja. Tapi, juga di wilayah lain juga sama. Ya, menurut saya bagaimana pihak yang bertanggung jawab terkait masalah ini, bisa membiarkan ini terjadi,” tandasnya.

Sebagai praktisi hukum, dirinya mempertanyakan bagaimana kawasan tersebut bisa muncul sertifikat yang dikeluarkan negara. Padahal, sesuai aturan hukum harusnya kawasan bantaran bebas dari hunian masyarakat. Asri menegaskan, hal ini harusnya menjadi perhatian serius khususnya bagi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo. Mengingat, kawasan aliran sungai menjadi tanggung jawab mereka.

“Termasuk juga BPN, kok bisa mengeluarkan sertifikat atas nama di kawasan bantaran ini. Bahkan Dinas Lingkungan Hidup juga, mengingat kondisi aliran sungai juga terlihat sampah,” tandasnya.

Ketua Kongres Advokad Indonesia (KAI) Jateng ini secara tegas mengungkapkan, jika tidak ada tindak lanjut dari pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah ini, maka tak segan akan dilakukan gugatan class action.

Sebelumnya, Kepala BBWSBS Maryadi Utama mengatakan, penyebab banjir di Kota Solo dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya adalah penyempitan DAS. Namun, ketika ditanya terkait titik penyempitan DAS, pihaknya enggan membeberkan secara gamblang. Bahkan, melemparkan pertanyaan tersebut ke pihak Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Solo.

“Kawasan garis sepadan (DAS) sudah diatur dalam Permen No 28 Tahun 2015. Kalau titiknya, bisa ditanyakan ke DPU ya,” katanya dalam konferensi pers, Senin (20/2) lalu.

Seperti diketahui, banjir di Kota Solo pada Kamis (16/2) lalu membuat 21.000 warga Kota Solo terdampak termasuk 4.000 pengungsi. Parahnya lagi, pihak terkait ogah disalahkan dan mengklaim bahwa hujan disebabkan lantaran tingginya curah hujan hingga air kiriman bagian hulu. Disisi lain, ada pihak yang mengaku telah koordinasi sebelum membuka keran air maupun alasan pompa air yang tak maksimal menjadi alasan pembenaran.

Sumber : https://timlo.net/baca/68719789438/warga-keluhkan-banyak-bangunan-di-bantaran-sungai-jika-tak-ditindaklanjuti-akan-digugat/